MAKALAH
Ilmu Makkiyah dan Madaniyah
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi AlQur’an
Dosen
Pembimbing:
Rudi Alhana, M.Ag
Disusun
oleh:
Kelompok IV
Iva Umi
Agustina (B53214018) C3
Naimatul Mardiyah (B53214028) C3
Alghifari (B53214025) C3
Prodi
Bimbingan dan Konseling Islam
Fakultas
Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2014
Dalam studi Al Qur’an, ilmu Makkiyah dan Madaniyyah merupakan bidang
kajian yang membedakan fase penting yang memiliki andil dalam membentuk teks,
baik dalam tataran isi ataupun struktur.[1]
Yang
dimaksud dengan ilmu Makki dan Madani adalah ilmu yang membahas ikhwal bagian
al-Qur’an yang Makki dan bagian Madani, baik dari segi arti, dan maknanya, cara
mengetahuinya, atau tanda masing masingnya, maupun macam-macamnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan Makki dan Madani adalah bagian-bagian kitab suci
al-Qur’an, dimana ada sebagiannya termasuk Makki dan ada yang termasuk Madani
tetapi dalam memberikan kriteria bagian mana yang termasuk Makki dan mana yang
termasuk Madani itu, atau didalam mendefinisikan masing-masingnya, ada beberapa
teori yang berbeda-beda, karena perbedaan orientasi yang menjadi dasar tinjauan
masing-masig.[2]
Surat Makkiyyah
adalah ayat–ayat yang di turunkan di Makkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari,
terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-14 dari kelahiran Nabi (6 Agustus
610 M) sampai tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun ke-54 dari kelahiran Nabi. Sedangkan
Surat Madaniyyah adalah ayat-ayat yang di turunkan sesudah Nabi Muhammad hijrah
ke Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, terhitung sejak Nabi hijrah ke
Madinah sampai tanggal 9 Dzulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi. Sedangkan menurut Abdurrahman bin Ibrahim Al-Fauzan Surah Makkiyah yaitu
surah-surah yang turun/ datang sebelum adanya perintah hijrah ke Madinah, meski
turunnya diluar di luar kota Makkah, adapun Surah-surah Madaniyah yaitu
surah-surah yang turun /datang sesudah adanya perintah hijrah, meski turunnya
di dalam kota Makkah.
Dalam mendefinisikan
tentang surat-surat Makiyyah dan Madaniyyah,terdapat perbedaan pendapat di
kalangan Ulama’ Ulumul Qur’an,seperti yang di ungkapkan oleh Al-Zarkasyi
dalam kitab Al-burhan fi ‘Ulumil Qur’an.[3]
Pertama: sebagian ulama’ memutuskan Makiyyah dengan
surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya.
Sedangkan Madaniyyah mereka menggunakan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an
yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya, ( Makan al-Nuzul ).
Kedua: ulama’ yang mendefinisikan al-Makki dengan surat
dan ayat-ayat al-Qur’an yang titik berat khittab ( arah pembicaraannya ) lebih
ditujukan kepada penduduk Makkah. Sedangkan al-Madani adalah surat-surat dan
ayat-ayat al-Qur’an yang titik tekan arah pembicaraannya lebih ditujukan kepada
penduduk Madinah, (Mukhattab ).
Ketiga: pendapat ini sering disebut sebagai pendapat
yang paling masyhur di kalangan ulama’ Ulumul Qur’an, yaitu bahwa al-Makki
adalah sebagai sebutan untuk surat-surat dan ayat-ayat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad sebelum beliau hijrah ke Madinah, tanpa peduli apakah ayat
tersebut turun di Makkah atau tempat lain. Sedangkan al-Madani ialah kelompok
surat dan al-Qur’an yang diturunkan sesudah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah
walaupun turunnya di Makkah, ( Zaman al-Nuzul ).
1. Fitur dan karakteristik Ayat dan Surah
Makkiyah;[4]
a. Dimulai dengan nida’ “ياايهاالناس” dan sebagainya
b. Didalamnya terdapat lafal “كلا”
c. Didalamnya terdapat ayat-ayat sajdah
d. Dipermulaan terdapat huruf-huruf Tahajji (Harf
Al-Muqatta’ah)
e. Didalamnya terdapat caerita-cerita para
Nabi dan umat terdahulu, selain dalam Q.S. al-Baqarah, dan Q.S. al-Maidah
f. Didalamnya terdapat cerita tentang
kemusyrikan
g. Didalamnya terdapat keterangan adat
istiadat orang kafir, orang musyrik, yang suka mencuri, merampok, membunuh,
mengubur hidup-hidup anak perempuannya dan sebagainya
h. Didalamnya berisi penjelasan dengan bukti
dan argumentasi tentang konsepsi ketuhanan (jadal al-Qur’an)
i.
Memuat prinsip-prinsip moral dan pranata sosial yang
agung, dan bersifat universal dan inklusif
j.
Memuat nasehat dan ibbarat dalam aneka kisah
k. Berisi nida’. “ياايهاالناس”,
“ياايهاالكافرون”, “يابنى اّدم”
l.
Kebanyakan ayat dan surahnya pendek, karena
menggunakan bentuk ijaz (ringkas, tetapi padat makna)
2. Fitur dan karakteristik Ayat dan Surah
Madaniyah;[5]
a. Memuat Hukum pidanaa (hudud) dalam
Q.S.al-Baqarah, Q.S. an Nisa’, dan lain sebagainya
b. Menuat hukum fara’id (Q.S.al-Baqarah,
Q.S.al-Maidah)
c. Berisi izin jihad fi sabilillah
(Q.S.an-Nisa, Q.S.al-Maidah)
d. Beisi keterangan tentang karakter
orang-orang munafiq (kecuali Q.S.al-Ankabut) dalam Q.S.an-Nisa’, Q.S.al-Anfal,
Q.S.at-Taubah, dan sebagainya
e. Berisi hukum ibadah (Q.S.al-Baqarah,
Q.S.ali Imran, Q.S.an-Nisa’ dan lain-lain)
f. Berisi hukum muamalah, seperti jual beli,
sewa menyewa, gadai, utang piutang, dan sebagainya.
g. Berisi hukum munakahat, baik mengenai nikah
cerai rujuk (NRC), hadanah.
h. Berisi hukum kemasyarakatan, kenegaraan,
seperti permusyawaratan, kedisiplinan, kepemimpinan, pendidikan, pergaulan dan
sebagainya
i.
Berisi dakwah kepada pemeluk Yahudi dan Nasrani
j.
Kebanyakan ayat dan surahnya panjang
Untuk
mengetahui dan menentukan Makki dan Madani para ulama bersandar pada dua cara
utama: sima’i naqli (pendengaran
seperti apa adanya) dan qiyasi ijtihadi
(kias hasil ijtihad). Cara pertama didasarkan pada riwayat sahih dari para
sahabat yang hidup pada saat menyaksikan turunnya wahyu; atau dari para tabi’in
yang menerima dan mendengar dari para sahabta bagaimana, dimana dan peristiwa
apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan Makki
dan Madani itu didasarkan pada car pertama ini. Cara kedua, qiyasi ijtihadi, didasarkan pada
ciri-ciri Makki dan Madani. Apabila dalam surah Makki terdapat suatu ayat yang
mengandung sifat Madani atau mengandung peristiwa Madani, maka dikatakan bahwa
ayat itu Madani. Dan apabila dalam surah Madani terdapat suatu ayat yang
mendandung sifat Makki atau mengandung peristiwa Makki, maka ayat tadi
dikatakan ayat Makki. Bila dalam surah terdapat ciri-ciri Makki, maka surah itu
dikatakan surah Makki. Begitu pula bila dalam surah terdapat ciri-ciri Madani,
maka surah itu dikatakan surah Madani. Inilah yang disebut qiyasi ijtihadi.[6]
Adapun dasar yang dapat menentukan sesuatu
surah itu Makkiyah atau Madaniyah, ada dua hal, yaitu: [7]
1. Dasar aghlabiyah (mayoritas), yakni kalau
sesuatu surah itu mayoritas atau kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makkiyah, maka
disebut sebagai surah Makkiyah. Sebaliknya, jika yang terbanyak ayat-ayat dalam
sesuatu surah itu adalah Madaniyah atau diturunkan setelah Nabi hijrah ke
Madinah, maka surah tersebut disebut sebagai surah Madaniyah.
2. Dasar taba’iyah (kontinuitas), yakni kalau
permulaan sesuatu surah itu didahului dengan ayat-ayat yang turun di
Makkah/turun sebelum hijrah, maka surah tersebut disebut atau berstatus sebagai
surah-surah Makkiyah. Begitu pula sebaliknya jika ayat-ayat pertama dari suatu
surah itu diturunkan di Madinah atau yang berisi hukum-hukum syariat, maka
surah tersebut dinamakan sebagi surah Madaniyah.
Dasar kedua ini didasarkan kepada hadis riwayat ibnu Abbas r.a. :
كَانَتْ إِذَااُنْزِلَتْ فَاتِحَةُ صُوْرَةٍ
بِمَكَّةَ كُتِبَتْ بِمَكَّةَ ثُمَّ يَزِيْدُاللهُ فِيْهَامَايَشَاءُ
Artinya: “Kalau awal surah itu diturunkan di Makkah, maka dicatat
sebagai surah Makkiyah, lalu Allah menambahkan dalam surah itu ayat-ayat
dikehendaki-Nya”.
Ada empat teori dalam menentukan pengertian
Makkiyah dan Madaniyyah, yaitu:[8]
1. Teori Mulahazah Makan an-Nuzul (Teori
Geografis)
Teori ini berorientasi pada tempat turun ayat atau surah al-Qur’an.
Menurut teori ini, pengertian Makkiyah adalah ayat atau surah yang turun di
Makkah atau disekitarnya, baik waktu turunnya sebelum Nabi saw melakukan hijrah
maupun sesudahnya. Dan pengertian Madaniyah adalah ayat atau surah yang turun
di Madinah atau sekitarnya, baik waktu turunnya sebelum Nabi berhijrah maupun
sesudahnya.
2. Teori Mulahazah Zaman an-Nuzul (Teori
Historis)
Teori ini berorientasi pada sejarah waktu turun ayat al-Qur’an. Menurut
teori ini ayat Makkiyah adalah ayat atau surah yang turun sebelum Nabi saw
berhijrah. Sedangkan ayat Madaniyah adalah ayat atau surah yang turun sesudah
Nabi berhijrah.
3. Teori Mulahazah Mukhatabin fi an-Nuzul
(Teori Subjektif)
Teori ini berorientasi pada subjek siapa yang dikhitabi (dituju)
oleh ayat al-Qur’an. Menurut teori ini, pengertian Makkiyah adalah ayat atau
surah yang beridi panggilan kepada penduduk Makkah dengan menggunakan khitab: “ياايهاالناس” (wahai manusia), ”ياايهاالكافرون” (wahai orang-orang yang ingkar), “يابنى اّدم” (wahai anak adam). Dan ayat atau surah
Madaniyah adalah ayat atau surah yang berisi panggilan kepada penduduk Madinah
dengan menggunakan panggilan, (wahai orang-orang yang beriman).
4. Teori Mulahazah Ma Tadammanat an-Nuzul
(Teori Konten Analisis)
Teori ini berorientasi pada isi ayat al-Qur’an. Menurut teori ini, ayat
atau surah Makkiyah adalah ayat atau surah yang memuat cerita umat dan para
Nabi terdahulu. Sedangkan ayat atau surah Madaniyah berisi hukum hudud, faraid,
dan sebagainya.
Pengenalan
ayat dan surah yang masuk kategori Makkiyah dan Madaniyah melalui kedua cara;
sima’iy dan qiyasiy, sehingga melahirkan perbedaan pendapat dikalangan para
pakar atau ulama ulum al-Qur’an dalam membangun macam ayat dan surah al-Qur’an.
sebagian ulama berpendapat, bahwa jumlah surah Makkiyah berjumlah 94 surah, dan
surah Madaniyah 20 surah. Sebagian lagi ada yang berpendapat, bahwa surah
Makkiyah berjumlah 84 surah, dan surah Madaniyyah berjumlah 30 surah.[9]
Dr. Abdullah
Syahhataah dalam bukunya Al-Qur’an Wattafsir mengatakan, surah-surah Al-Qur’an
yang disepakati para ulama sebagai surah Makkiyah ada 82 surah, dan yang
disepakati sebagai surah Madaniyah ada 20 surah. Sedang yang 12 surah lagi
masih diperselisihkan statusnya Makkiyah atau Madaniyyah.
Perbedaan-perbedaan
pendapat ualam itu dikarenakan adanya sebagian surah yang seluruh ayat-ayatnya
Makkiyah dan Madaniyah, dan ada sebagian surah lain yang tergolong Makkiyah dan
Madaniyah, tetapi didalamnya berisi sedikit arti yang lain statusnya. Karena itu,
dari segi Makkiyah dan Madaniyah ini, maka surah-surah Al-Qur’an itu terbagi
menjadi empat macam, sebagai berikut:[10]
a.
Surah-surah Makkiyah Murni (مَكِّيَّةٌ
كُلُّهَا)
Yaitu surah-surah Makiyyah yang selururh ayat-ayatnya
juga berstatus makiyyah semua, tidak ada satupun yang madaniah. Surat-surat
yang berstatus makiyyah murni ini seluruhnyaa ada 58 surah, yang berisi 2.074
ayat. Contohnya seperti surahsurah alfatihah, yunus, Ar-Ra’du, Al-Anbiya,
Al-Mu’minun, An-Naml, Shaad, Fathir dan surah-surah yang pendek-pendek pada juz
30 (kecuali surah An-Nashr).
b.
Surah-surah Madaniyah Murni (مَدَنِيّةٌ
كُلُّهَا)
Yaitu surah-surah Madaniyah yang seluruh ayat-ayatnya
pun Madaniyah semua, tidak ada satu pun ayat yang makiyah. Surah-surah yang
berstatus Madaniyah murni ini seluruhnya menurut penelitian penulis ada 18
surah, yang terdiri dari ayat 737 ayat. Contohnya seperti surah-surah Ali
Imran, An-Nisa, An-Nur, Al-Azhab, Al-Hujarat, Al-Mumthanah, Az-Zalzalah, dan
sebagainya.
c.
Surah-surah Makkiyah yang berisi ayat Madaniyah (مَكِّيَّةٌ فِيْهَا مَدَنِيّةٌ)
Yaitu surah-surah yang sebetulnya kebanyakan
ayat-ayatnya adalah Makiyah, sehingga berstatus Makiyah, tetapi di dalamnya ada
sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyah. Surah-surah yang demikian ini dalam
Al-Qur’an ada 32 surah, yang terdiri dari 2699 ayat. Contohnya antara lain
seperti surah-surah Al-An’am, Al-A’raf, Hud, Yusuf, Ibrahim, Al-Furcian,
Az-Zumar, Asy-Syura, Al-Waqi’ah, dan sebagainya.
d.
Surah-surah Madaniyah yang berisi ayat Makkiyah (مَدَنِيّةٌ فِيْهَا مَكِّيَّةٌ)
Yaitu surah-surah yang kebanyakan ayat-ayatnya
berstatus Madaniyah. Surah-surah yang demikian ini dalam Al-Qur’an hanya ada
6(enam) surah, yang terdiri dari 726 ayat, yaitu surah-surah Al-Baqarah,
Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, Al-Hajju, dan surah Muhammad atau surah
Al-Qital.
Dari 4 macam kelompok-kelompok surah-surah tersebut, maka tekumpullah
114 surah dan 6236 ayat, yaitu jumlah seluruh isi al-Qur’an. Sebab, 58 surah +
18 surah + 32 surah + 6 surah + 6236 ayat.
Faedah
mengetahui ayat atau surah Makkiyah dan madaniyah secara umum antara lain: [11]
1. Mengertian perbedaan uslub-uslub (gaya
bahasa dan stailisasi) al-Qur’an.
2. Mengetahui dialetika al-Qur’an dengan
masyarakatnya, dalam transformasi dan kontruksi ideologi masyarakat baru dalam
sinaran wahyu ilahi.
3. Mudah mengenali ayat atau surah yang turun
lebih dahulu dan yang belakangan dan mudah mengenali ayat atau surah hukum atau
bacaannya yang telah (mungkin) dinaskh (diganti), dan ayat atau surah yang
menasakh.
4. Mengetahui prinsip-prinsip umum
(kulliy)dari isi-isi ayat atau surah-surah Makiyyah, dan primsip-prinsip khusus
(juz’iy) dari isi ayat-ayat atau surah-surah Madaniyyah.
5. Mengetahui sejarah pembentukan dan
penerapan hukum islam (tarikh tashri’) yang amat bijak dalam menetapkan
hukumnya berdasarkan system sosial masyarakat.
6. Mengetahui hikmah ditetapkan dan
diterapkannya suatu hukum (hikmah al-tashri’). Dengan demikian, maka dapat
diketahui tujuan dan cara penetapan serta pelaksanaan hukum islam atas
pertimbangan sosio kulturnya.
7. Mengetahui teknik dan tahapan dakwah
islamiah, serta system dan pola pendidikan alQur’an yang disesuaikan dengan
tahap berpikir, komunikasi dan budaya masyarakatnya.
8. Dapat mengetahui situasi dan kondisi masyarakat
kota Makkah dan Madinah pada saat al-Qur’an diturunkan.
9. Akan dapat menambah keimanan seseorang
tehadap kebenaran kewahyuan al-Qur’an, dan keislaman al-Qur’an (Q.S al-Hijr :
9).
Selain faedah-faedah diatas, ada beberapa faedah lain yang kami temukan
di buku Studi Ilmu Ilmu Qur’an karangan Manna’ Khalil al-Qattan, diantaranya:[12]
1. Untuk dijadikan alat bantu dalam
menafsirkan Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu
memahami ayat tersebut dan menafsurkannya dengan tafsiran yang benar.
2. Meresapi gaya bahasa Qur’an dan
memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah., sebab setiap
situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh
situasi, merupakan arti palinh khusus dalam ilmu retorika.
3. Menentukan sejarah hidup Nabi melalui
ayat-ayat al-Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rsulullah sejalan dengan
sejarah dakwah dengan segala peristiwa, baik pada periode Makkah maupun periode
Madinah.
Dalam metode dakwah ada yang dinamakan strategi
sentimental, dan strategi ini diterapkan oleh Nabi SAW saat menghadapi kaum
musyrik Mekkah, sehingga tidak sedikit dari ayat-ayat Makkiyah (ayat yang
diturunkan ketika Nabi di Makkah atau sebelum Nabi hijrah ke Madinah) yang
menekankan aspek kemanusiaan (humanisme), semacam kebersamaan, perhatian kepada
fakir miskin, kasih saying kepada anak yatim dan sebagainya. Ternyata, para
pengikut Nabi SAW. pada masa awl umumnya berasal dari golongan kaum lemah.
Dengan strategi ini, kaum lemah merasa dihargai dan kaum mulia merasa
dihormati.[13]
Berdasarkan penulisan
makalah ini, dapat disimpulkan bahwa ilmu Makkiyah dan Madaniyyah adalah ilmu
yang membahas ikhwal bagian al-Qur’an yang Makki dan bagian Madani, baik dari
segi arti, dan maknanya, cara mengetahuinya, atau tanda masing masingnya,
maupun macam-macamnya. Selain pengertian, karakteristik dan perbedaan dari kedua
jenis surah ini dapat diketahui dengan melihat dari sisi waktu turunnya, segi
tempat turunnya, dan dari segi sasarannya. Adapun macam-macam surah Makkiyah
dan Madaniyah ada 4 kelompok yaitu Makkiyah Murni, Madaniyah Murni, Makkiyah
yang berisi ayat Madaniyyah dan sebaliknya. Kesimpulan yang terakhir mengenai
tujuan atau faedah mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah adalah sebagai alat
bantu dalam menafsirkan Qur’an, Mengertian perbedaan uslub-uslub (gaya bahasa
dan stailisasi) al-Qur’an dan masih banyak lagi. Adapun hubugan makkiyah dan madaniyyah terletak pada
metode dakwah yang diterapkan oleh Nabi SWA..
Berdasarkan isi makalah ini,
penulis menyarankan agar dalam mempelajari al-Qur’an, pembaca meningkatkan keseriusan dan kesungguhan karena para ulama’
telah berusaha dengan maksimal dalam menjaga keaslian al-Qur’an, bahkan dengan
materi surah Makkiyah dan Madaniyah ini, penulis sangat menyarankan agar
pembaca benar-benar mengetahui secara mendalam mengenai materi ini karena
materi ini sangat banyak faedahnya.
Aziz, Moh.Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: KENCANA. 2012.
Al-Qattan, Manna’
Khalil. Studi Ilmu Ilmu Qur’an. Jakarta:
PT. Pustaka Litera Antarnusa.
2011.
Djalal, Abdul. Ulumul
Qur’an. Surabaya: CV. Dunia Ilmu. 2013.
Google, Education Ilmu
Makkiyah dan Madaniyyah, Illest Summer. 2011.
Musyafa’ah, Sauqiyah dkk.. Studi Al-Qur’an. Surabaya: UIN Sunan Ampel. 2013.
[6] Manna’
Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu Ilmu Qur’an,
(Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa, 2011), hal. 82