MAKALAH
PROSES KONSELING
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Pengantar
BKI
Dosen Pembimbing:
Dra. Ragwan Albaar, M.Fil.I
Disusun oleh:
Naimatul Mardiyah (B53214028) C3
Rapikah (B53214035) C3
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2014
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang Maha Bijaksana, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini, yang berjudul ”Proses Konseling”. Makalah ini
dirancang untuk memberikan arahan atau dasar kepada mahasiswa(i) agar dapat meningkatkan pengetahuannya mengenai tahap
tahap dalam mengkonsultasi klien dengan sikap, teknik dan tips yang baik.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan terutama dalam
menemukan buku-buku yang menyangkut topik pembahasan. Namun penulis tetap berusaha sesuai dengan kemampuan yang dimiliki,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Atas
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Ibu Dr.Hj.Ninin
Suhartini, M.Si selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
2.
Bapak Agus Santoso selaku Ketua Jurusan
Bimbingan Konseling Islam yang selalu memberikan pengarahan.
3.
Ibu Dra.Ragwan Albaar, M.Fil.I selaku Dosen Pengantar
BKI yang telah memberikan
bimbingan dan arahannya sehingga terselesaikannya
penulisan makalah ini.
4.
Pengurus perpustakaan
Jurusan, Fakultas maupun Universitas yang telah membantu dalam peminjaman buku.
5.
Dan
teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk kesempurnaan tugas atau makalah kedepannya. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT jugalah kita
berharap, semoga apa yang telah dilaksanakan, senantiasa mendapat Ridha dan
Karunia-Nya serta tetap bernilai di sisi-Nya. Amin…
Surabaya, September 2014
Penulis
Manusia
dilahirkan didunia ini dibekali akal, pikiran dan perasaan. Dengan
bekal itulah manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diberi
amanat oleh Sang
Pencipta sebagai pemimpin di muka
bumi.
Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu, manusia
diselimuti berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia
merupakan makhluk dengan segudang masalah (human
with multiproblem). Dengan berbagai masalah tersebut
ada yang bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan
bantuan orang lain (konselor), pemberian bantuan dari
orang yang ahli (konselor) kepada individu yang membutuhkan (klien) itulah yang
dinamakan konseling.
Dalam
memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah satunya
adalah dengan cara Islam. Mengapa demikian?
Karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia tak terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
Perlu kita ketahui bahwa kesuksesan penyelesaian masalah yang dihadapi oleh
klien salah satunya sangat bergantung dari bagaimana ahli konseling itu dalam
proses mengkonsultasi kliennya dan proses tersebut tidak dapat dilakukan
sesaat, karena membutuhkan proses waktu
dalam
membantu klien memecahkan masalahnya,
dan bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan, bahkan permasalahan
klien yang kompleks dan cukup berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali
dalam pertemuan secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, dari pernyataan yang menunjukkan
pentingnya proses dalam konseling, maka penulis mengangkat judul “Proses Konseling” agar berbagai
hal terkait dengan bimbingan konseling terkhusus bagaimana
tahap dalam mengkonsultasi klien dapat diimplementasikan dalam kehidupan.
Berdasarkan
latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apa pengertian dari proses
konseling ?
2. Bagaimana tahap-tahap dalam
konseling ?
3. Bagaimana contoh kasus dan
penyelesaian konseling ?
Sesuai
dengan permasalahan di atas, tujuan
yang dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari proses
konseling.
2. Mengetahui tahap tahap dalam konseling .
3. Mengetahui beberapa contoh kasus
dan penyelesaian konseling.
1.
Bagi
penulis makalah, penulisan ini dapat dijadikan kajian awal untuk
melakukan penulisan selanjutnya.
2.
Bagi pihak fakultas,
penulisan ini dapat dijadikan dasar untuk
membantu meningkatkan pengetahuan mahasiwa dalam hal proses konseling.
3.
Bagi
seluruh pembaca, dengan adanya penulisan ini
dapat lebih mengetahui mengenai hal-hal dalam proses konseling termasuk
tahapannya dan beberapa contoh kasusnya.
Menurut Brammer (1979) proses
konseling adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi para
peserta konseling tersebut (konselor dan klien)[1]. Berdasarkan pengertian
proses konseling dari Brammer, sebenarnya proses itu sendiri memiliki banyak
definisi diantaranya :
1.
Proses memiliki pemahaman yang luas
bahwa setiap aktifitas yang melibatkan perubahan dapat dideskripsikan sebagai
sebuah proses.
2.
Proses digunakan pertama dalam
literatur riset, yang merujuk kepada serangkaian faktor yang luas, yang mungkin
saja dapat menghadirkan atau menghambat efek terapeutik terhadap klien.
3.
Proses sebagian besar ditemukan
dalam perspektif humanistik terapi. Definisi ini menandai proses sebagai
kualitas esensial manusia untuk “ada” dan “menjadi” (being and becoming).
4.
Proses terkadang digunakan oleh
konselor dan psikoterapis, mendeskripsikan cara klien yang sedang berada dalam
terapi untuk memahami atau mengasimilasi pengalaman sulit dalam hidup mereka[2].
Sedangkan konseling adalah pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara secara face to face oleh
seorang ahli (konselor) kepada individu (klien) yang sedang mengalami suatu
masalah atau hambatan dalam perkembangannya dengan tujuan agar individu
tersebut dapat mencapai kehidupan
yang lebih baik.
Dari
pengertian kata proses dan konseling tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa
proses konseling adalah suatu
aktifitas pemberian nasihat atau
berupa anjuran-anjuran/saran-saran
dalam bentuk pembicaraan /wawancara antara
konselor dan klien dengan beberapa tahapan
sesuai dengan metode metode konseling agar meningkatkan
pemahaman yang lebih baik dan
jalan keluar mengenai masalah klien tersebut.
Sebelum proses bimbingan dan konseling dilakukan konselor hendaklah
telah memperoleh informasi (data) mengenai klien yang diambil dari berbagai
sumber lewat wawancara pendahuluan, (intake interview) yang dilakukan oleh
konselor sendiri atau orang lain yang terlatih dan ditugaskan oleh lembaga
konseling. Proses selanjutnya dilakukan dengan wawancara permulaan (initial
interview), yaitu suatu pertemuan yang diawali dengan percakapan santai berbasa
basi dalam rangka mencapai suasana rapport[3]. Selanjutnya adakalanya dalam
proses konseling perlu pula diperdengarkan alunan musik dengan irama lambat
untuk menghasilkan efek trapis pada diri klien[4], karena dengan alunan musik
tersebut klien dapat terbawa dalam suasana yang rileks, tenang dan santai.
Selain melakukan sesi wawancara pada sesi pertama tersebut, konselor
maupun klien berhak menentukan apakah mereka ingin atau dapat melanjutkan
hubungan tersebut. Konselor harus dengan cepat menilai apakah dia dapat
menghadapi dan menangani permasalahan klien…Begitupun juga dengan klien, klien harus
menanyakan pada dirinya sendiri apakah dia merasa nyaman dan dapat mempercayai
konselornya, sebelum dapat memberikan informasi dirinya secara utuh ke dalam
hubungan konseling tersebut[5].
Tahap berikutnya setelah wawancara konseling (tahap permulaan
konseling) adalah memasuki masa konseling (counseling session). Dalam rangka
membuat rencana atau struktur untuk melakukan bimbingan-konseling, disini
dikemukakan struktur model “stewart” yang terdiri dari enam tahap sebagai
berikut :
Dalam tahap ini konselor bersama klien bersama sama menentukan tujuan
bimbingan atau konseling setelah klien mengungkapkan keinginannya untuk
memperoleh bantuan.
Dalam tahap ini konselor dan klien menyetujui bagaimana
mencapai tujuan yang diinginkan.
Pada tahap ini masalahnya mulai diperjelas dan dicari pengertiannya pada
diri klien yang masih bisa dikembangkan.
Konselor bertanggungjawab untuk menunjukkan berbagai kemungkinan dan
alternatif penyelesaian masalah pada
suatu saat, untuk meyakinkan adanya suatu kemajuan yang dicapai selama proses
bantuan berlangsung.
Sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya pengertian dan kestabilan
kehidupan perasaan pada klien atas bantuan konselor berarti klien telah bisa
melangkah lebih maju untuk melakukan tindakan (yang dipilihnya sendiri) kearah
tercapainya tujuan konseling.
Dalam mengakhiri konseling ini diharapkan dapat
memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut :
a.
Memeriksa kesiapan klien dalam
menghadaapi berakhirnya masalah konseling dan mengkonsolidasi proses
belajarnya.
b.
Mengatasi bersama faktor afeksi
(kehidupan perasaan) yang masih tersisa dan menyelesaikannya dengan baik, hal-hal
yang punya arti penting dalam hubungan konselor dan klien.
c.
Memaksimalkan pengalihan proses
belajar dan meningkatkan kepercayaan diri mengenai kemampuannya untuk mempertahankan
perubahan perubahan yang telah diperoleh selama menjalani proses bimbingan dan
konseling, setelah konseling diberhentikan[6].
Dalam proses konseling, ada beberapa model perlu kita ketahui, yang
faktanya bahwa model tersebut disuguhkan dalam tiga tahap dan dapat menyiratkan
derajat kerapihan yang tidak sesuai dengan praktik aktual konseling dan helping. Yang pertama tahap Relating, pada tahap ini adalah
pertemuan pertama antara konselor dan klien, bagaimana konselor menangani
telpon, membuat janji pertemuan, menyiapkan ruang helping untuk menemui
kliennya. Tahap kedua yaitu Understanding,
pada tahap ini konselor dan klien membutuhkan pemahaman yang lebih lengkap
tentang situasi yang telah dipilih klien. Selanjutnya yang terakhir tahap Changing, tahap ini bertujuan untuk
membantu klien dalam mengklasifikasikan tujuan-tujuan untuk situasi masalahnya
sehingga dapat mengembangkan dan mengimpementasikannya kepada rencana tindakan[7].
Setelah proses konseling selesai sampai ke tahap terakhir, seoramg
konselor hendaknya memperhatikan prosedur bimbingan. Prosedur bimbingan
meliputi langkah pemerolehan data dan informasi, langkah pemberian bantuan,
serta pemantauan hasil bantuan yang diberikan[8]. Dalam buku karangan Prof.
Dr. Bimo Walgito yang berjudul Bimbingn +
Konseling, proses pemantauan hasil bantuan yang diberikan ini disebut
dengan follow up. Pada fase ini, langkah yang diambil oleh konselor adalah
untuk mengetahui efek dari terapi yang telah diberikan. Konselor mengadakan
evaluasi tentang terapi yang telah diberikan, apakah hal-hal yang telah
didiskusikan pada waktu proses konseling telah dilaksanakan oleh klien. Apabila
telah dilaksanakan, tetapi tidak mengenai sasaran atau tidak berhasil maka
langkah-langkah yang telah diambil itu kiranya perlu direvisi untuk menentukan
langkah-langkah yang baru[9].
Setelah penjabaran mengenai beberapa hal yang menyangkut tahapan
konseling diantaranya sesi wawancara, model-model dalam proses konseling bahkan
struktur model stewart yang memiliki enam tahap, saatnya penulis membahas
secara umun mengenai proses konseling itu sendiri, yang dibagi menjadi tiga
tahapan :
Dari beberapa penjabaran mengenai proses konseling ini, penulis
menyimpulkan bahwa dalam proses helping
baik menyangkut tahapan, model ataupun sesi wawancara sangatlah berpengaruh bagi tingkat
keberhasilan masalah klien yang dihadapi konselor.
Pak Iman, saya pria, sarjana, usia 28 tahun, agak tertutup (introvert),
pendiam, agak idealis, dan sudah bekerja di sebuah perusahaan. Saya anak bungsu
dari 7 bersaudara dan satu-satunya yang berhasil menyelesaikan pendidikan di
perguruan tinggi.
Sejak kecil saya sudah terbiasa membantu kedua orang tua saya yang
berpenghasilan kecil. Mengingat keadaan orang tua saya, saya selalu bertekad
untuk menyelesaikan sekolah tepat pada waktunya sehingga saya pun taka da waktu
untuk pacaran atau bersenang-senang dengan tema-teman.
Pada tahun pertama bekerja, saya berkenalan dengan gadis DJ, siswi SMA.
Singkatnya, DJ lalu jadi pacar saya. Gadis ini dari keluarga yang lebih baik
ekonominya disbanding keluarga saya. Sekarang ini DJ sudah bekerja. Ia
sebetulnya sudah sepakat bahwa kalau kita menikah nanti, selama keuangan
keluarga cukup memadai, ia akan di rumah saya.
Selama dua tahun menjalani hubungan, taka da pertentangan yang cukup
berarti antara saya dan DJ. Masalahnya hanyalah pertentangan pada diri saya
sendiri atas perilaku DJ sehari-hari. Pernah satu kali ia bertindak sesuka dia
(walau tidak negatif), tanpa memikirkan perasaan saya. Kadang tindakan dia
membuat saya cemburu karena dia itu cantik, polos, supel, manja. Juga gampang
percaya omongan orang lain dan kalau saya peringatkan dia mengatakan tenang-tenang
saja.
Saya bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah saya berhak dan pantas
melarang dia melakukan hal hal yang membuat perasaan saya terganggu, padahal
antara saya dan dia belum ada ikatan resmi ? Apakah rasa curiga saya yang
terlalu besar terhadap orang lain yang terlalu idealis ?
Akhir dari pertentangan ini, tidak membawa hasil, paling paling saya
menyalahkan diri saya sendiri, berusaha melupakannya, dan bersabar diri. Tapi,
kalau ada tindakan lampau DJ yang tidak sesuai dengan keinginan saya, hal-hal
lampau itu muncul lagi. Kalau saya utarakan apa=apa yang tak saya sukai dengan
emosional, DJ sudah mau menangis. Saya sadar dia masih remaja, masih ingin
bebas. Tapi, saya ingin agar dia tidak lupa bahwa dia sudah punya pacar.
Bagaimana sikap saya seharusnya terhadap dia ?
Saudara AS, melihat usia pacar Anda, masalah utama yang Anda hadaapi
adalah sang pacar masih mencari identitas pribadi dan ciri ciri yang ingin dia
tampilkan. Sementara itu, dia masih sangat polos, belum mempunyai pengalaman
seperti Anda, dan masih sangat lugu dalam memadang lingkungannya. Menurut hemat
saya, dia belum siap untuk berfungsi sebagai pendampingdan masih perlu waktu
untuk mencapai kematangan. Begitu dia cukup matang, saya yakin dia akan lebih
memahami kekhawatiran Anda.
Sebagai pacar, Anda pun seharusnya berfungsi sebagai guru terhadapnya,
yaitu guru dalam hidup. Lebih baik Anda memberikan informasi dengan
contoh-contoh liku-liku pergaulan di kantor maupun kehidupan sehari-hari.
Latihlah sang pacar melalui simulasi untuk mengambil keputusan. Cara ini lebih
baik untuk mematangkan yang bersangkutan daripada sekeedar membuat larangan dan
patokan-patokan perilaku yang harus dia ikuti. Bagi Anda sendiri harus lebih
bersabar dan sekaligus jadikan diri Anda tempat bertanya bagi si dia.[11]
Kasus seorang anak atau murid di sebuah sekolah dasar atas nama Herman
Maulana murid kelas III yang sering bolos, tidaak memakai seragam pada saat
proses belajar mengajar di sekolah. Seperti saat kami mengumpulkan data tentang
anak tersebut. Sungguh siswa yang kurang diperhatikan oleh keluarga yang
disebabkan oleh salah satu factor yaitu factor ekonomi keluarga yang rata-rata
dibawah maksimal.
Dari hasil kami peroleh
tentang kasus yang menimpa anak tersebut, maka saya selaku pemerhati dan
pengumpul informasi tentang kasus sangat prihatin. Kalau kita melihat kasus
tersebut memang pantas bagi kita calon seorang guru memberikan perhatian khusus
seperti memberikan biimbingan secara intensif baik itu bimbingan pribadi dalam
kegiatan belajar mengajar maupun kegiatan kelompok.
Pada saat kegiatan belajar
mengajar hendaknya kita identifikasi dan memberikan pendekatan baik itu dengan
cara memberikan pendekatan baik itu dengan cara memberikan tugas secara
berkelompok seperti mengaktifkan tutor sebeya agar sama-sama menjadi aktif
dalam mengerjakan tugas kelompok[12].
Bapak Iman Santosa, saya seorang gadis berusia 19 tahun, anak kedua
dari lima bersaudara, masih kuliah. Sewaktu di SMA, saya naksir berat pada H,
cowok yang selalu duduk di bangku belakang saya dalam mobil antar jemput. Tapi
tampaknya H tidak menanggapi, saya kecewa berat. Sejak itu saya menganggap H
hanya sebagai teman. Pada kelas tiga, saaya akrab dengan J,tapi kami hanyaa
bersahabat saja.
Namun saaat menjelang Ebtanas kok H menyatakan cintanya pada saya.
Suaatu hal yang tak saya sangka-sangka. Celakanya, pada bulan Desember J pun
menyatakan cintanya pada saya. Sungguh tak terpikir oleh saya untuk menjaddikan
J sebagai pendamping hidup saya.
Dalam keadaan bimbang saya memilih J. Alasan saya karena J sangat
serius dan sering kerumah saya, sedangkaan H tidak pernah. Tapi, saya menerima
J juga antara lain lantaran kasihan karena sewaktu di Bandung ia pernah
dikhianati oleh ceweknya (V). Ketika itu, J memang terpaksa kembali ke Kota
Jambiatas kemauan orangtuanya. Akibat putus cinta itu, J frustasi dan melarikan
diri ke obat tidur, alkohol, rokok, serta menjaddi masa bodoh dengan pelajaran
sekolah, sering bolos dan berkelahi.
Kata J, kalau saya menolak cintanya, J tidak akan memikirkan Ebtanasnya
dan akan pergi sekehendak hatinya. Menurut dia, sayalah pembalut luka hatinya
(kebetulan, katanya, saya mirip V). Saya berusaha menyadarkan dengan menerima
dan mencintainya, agar J juga meninggalkan kebiasaan buruknya.
Kepada H saya berikan pengertian tentang J. juga saya tanyakan lewat
surat, mengapa dia tidak pernah daatang kerumah. Rupanya dia tidak mau datang
karena tidak bisa berbasa-basi dengan orangtua saya. Apalagi H belum pernah
pacaran ssama sekali. Dalam surat, H mengatakan bahwa jika saya putus dengan J,
ia mau menerima saya kembali. Tetapi, karena kemudian J mengetahui hubungan
surat-menyurat kami, saya lalu tak berani lagi membalas surat H. padahal saat
ini H sudah berubah sikap, ingin memiliki saya. Ia menuduh saya selama ini
mempermainkannya.
Posisi saya jadi serba salah. Bila saya terima H, bagaimanakah dengan
J? tapi kalau saya pilih J dan meninggalkan H, hati saya sakit. Saya selama ini
merasa tentram dan bahagia bersama H, sebab H orangnya cerdas serta taat pada
agamanya. Dengan J saya sering cek-cok hanya karena alas an sepele. J juga
sering menjelek-jelekkan H di depan saya. Dan yang terjadi kemudian, karena
desakan dan rongrongan J, akhirnya saya melakukan perbuatan dosa. Saya memang
tidak hamil, tapi saya merassa amat berdosa dan hina di hadapan Tuhan,
orangtua, maaupun diri sendiri.
Untuk menghindari rongrongan
J, saya sengajaa memilih sekolah di Jakarta. Tapi, J selalu menyurati saya dan
berkali-kali mengingatkan agar saya tak lupa pada janji saya padanya. Saya
jemu, bosan pada J yang yeng terlalu muluk dan cerewet itu. Maka, saya pun
memutuskan hubungan dengan J dan berusaha mencari alamat H di Jogja untuk minta
maaf. Maka melalui surat-surat, kembali kami menjalin cinta. Tapi, J tiba-tiba
muncul di Jakarta dan menuntut janji, bahkan mengancam akan bertaruh nyawa
dengan H. ia mengancam akan menghancurkan saya dan H dengan bantuan
teman-temannya. Apa yang harus saya lakukaan?
Cinta segitiga memang sering terjadi di kalangan remaja. Dalam
menanggapi permasalahan Anda, saya harap Anda mengacu pada penghayataan jatuh
cinta di kalangan remaja dan tingkah laku pencarian pasangan. Usia 19 tahun
oleh para ahli dikaatakan sebagai usia yang masih terlalu dini untuk
melangsungkan pernikahan. Walaupun secara fisik Anda telah mampu berfungsi
penuh sebagai wanita. Dengan memperguanakan kacamata acuan diatas, saya sangat
mendukung keputusan Anda untuk berjanji tidak melaakukan lagi seperti Anda
utarakan dalam surat.
Menurut hemat saya pribadi, perjalanan Anda maasih panjang, kesempatan
untuk mencari pasangan masih banyak sehingga konsentrasikan energi dan waktu
Anda untuk pengembangan pribadi. Ada baiknya tunda dulu hubungan anda dengan J
maupuun H. Bila Anda tidak tahan dan kurang mampu menghadapi J, Anda dapat
terus terang kepada pihak ketiga (psikolog profesional, atau tokoh
agama/masyarakat yang Anda percayai) untuk membantu mengataasi J.
A. Simpulan
Berdasarkan penulisan makalah ini, dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Proses konseling
adalah suatu
aktifitas pemberian nasihat atau
berupa anjuran-anjuran/saran-saran dalam bentuk pembicaraan /wawancara
antara konselor dan klien dengan beberapa tahapan sesuai dengan metode
metode konseling.
2.
Adapun tahap-tahap
dalam konseling, dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap awal konseling, pada
tahap ini diawali dengan membangun hubungan konseling yang melibatkan klien dan
diakhiri dengan menegosiasi kontrak. Selanjutnya tahaap pertengahan, tahap ini
konselor dan klien menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian
klien lebih jauh. Selanjutnya, tahap akhir konseling, pada tahap ini konselor memutuskan
perubahan sikap dan perilaku yang memadai.
3.
Dalam contoh kasus
pembaca dapat lebih memahami bagaimana proses dan penanganan dalam konseling
itu sendiri.
B. Saran
Berdasarkan isi makalah ini, penulis menyarankan agar dalam proses konseling, konselor menjalankan
tugasnya sesuai dengan proses/tahapan dengan metode konseling yang sebenarnya
dan dalam mengatasi masalah klien, konselor sebaiknya menyimak problem klien
dengan baik.
Damayanti, Nidya. Buku
Pintar Panduan Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Araska.
2012.
Gladding, Samuel
T. Konseling Profesi yang Menyeluruh.
Jakarta: Indeks. 2012.
Jones, Richard
Nelson-. Pengantar Keterampilan
Konseling. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
2012.
Mashudi, Farid. Psikologi Konseling. Jogyakarta:
IRCiSoD. 2012.
McLeod, John. Pengantar
Konseling Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana. 2006.
Nurihsan, Achmad Juntika. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan.
Bandung: PT Refika Aditama. 2011.
Siradj, Sjahudi. Pengantar
Bimbingan dan Konseling. Sidoajo: Duta Aksara. 2010.
Sukardi, Iman Santoso.
Psikoproblem. Jakarta: Pusataka Utama
Grafiti. 1995.
Walgito, Bimo. Bimbingan
+ Konseling. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. 2010.
Willis, Sofyan
S. Konseling Individual Teori dan Praktek.
Bandung: Alfabeta. 2013.
[7] Richard Nelson-Jones, Pengantar
Keterampilan Konseling, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 45-49
[8] Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2011), hal. 35
[12] Nidya
Damayanti, Buku Pintar Panduan Bimbingan
dan Konseling, (Yogyakarta: Araska, 2012), hal. 129
keren banget kak. makasii
BalasHapus