Minggu, 14 September 2014

Makalah Pesan Dakwah





MAKALAH
PESAN DAKWAH










Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Dakwah


Dosen Pembimbing:
Prof.Dr.Moh.Ali Aziz, M.Ag
Nurkholis Majid




Disusun oleh:
Nadia Nafisah Fauziah (B53214027) C3
Naimatul Mardiyah (B53214028) C3
Nanang Supratna (B53214029) C3



Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2014



           
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Bijaksana, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini, yang berjudul ”Pesan Dakwah”. Makalah ini dirancang untuk memberikan arahan atau dasar kepada mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuannya mengenai berdakwah terutama dalam hal pesan dakwah.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan terutama dalam menemukan buku-buku yang menyangkut topik pembahasan. Namun penulis tetap berusaha sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu dakwah.
Atas dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Ibu Dr.Hj.Ninin Suhartini, M.Si selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
2.      Bapak Prof.Dr.Moh.Ali Aziz, M.Ag selaku Dosen mata kuliah Ilmu Dakwah.
3.      Bapak Nurkholis Majid selaku asisten Dosen yang telah memberikan bimbingan dan arahannya sehingga terselesaikannya penulisan makalah ini.
4.      Bapak Agus Santoso selaku Ketua Jurusan Bimbingan Konseling Islam yang selalu memberikan pengarahan.
5.      Pengurus perpustakaan yang telah membantu dalam peminjaman buku.
6.      Dan teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
       Penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,  penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk kesempurnaan tugas atau makalah kedepannya. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT jugalah kita berharap, semoga apa yang telah dilaksanakan, senantiasa mendapat Ridha dan Karunia-Nya serta tetap bernilai di sisi-Nya. Amin…


                                                                                                Surabaya, September 2014



                                                                                                            Penulis








A.      Latar Belakang
Berdakwah dan menjadi seorang pendakwah itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim. Artinya, setiap muslim bertugas dan berkewajiban menjadi pengajak, penyeru atau pemanggil kepada umat untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini disebutkan dalam QS.Ali imron ayat 110, bahwasanya Allah SWT tidak memberi gelar kepada pemeluk Islam sebagai umat  pilihan, yang tidak mengemban tugas dakwah, yaitu mengajak kebaikan dan  mencegah kemunkaran. Dengan demikian aktifitas dakwah harus menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim. Perlu kita ketahui bahwa nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai oleh keseluruhan tindakan dakwah adalah isi dari pesan dakwah yang dibawakan oleh da’i. (Anwar Masy’ari, 1981: 39).
Di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini, kegiatan berdakwah disampaikan dengan berbagai macam cara. Banyak media yang dapat digunakan untuk melaksanakan aktifitas dakwah, seperti melalui media TV, radio, artikel dan lain lain. Walaupun dalam berdakwah sudah dapat dilakukan dengan berbagai media, pendakwah harus tetap memerhatikan pesan dakwah yang disampaikan, jangan sampai dengan mudahnya penyampaian dakwah pada zaman ini membuat pendakwah kurang memerhatikan isi/pesan yang Ia sampaikan. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Pesan Dakwah” agar mahasiswa lebih teliti dalam menyampaikan pesan dakwahnya secara benar.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.    Bagaimana cara pengambilan pesan dakwah yang benar dari berbagai sumber ?
2.    Apa saja karakteristik yang diperlukan dalam pesan dakwah ?
3.    Apa saja jenis dan tema pesan dakwah yang baik untuk diterapkan ?
C.      Tujuan
Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan yang dicapai dalam penulisan ini adalah :
1.   Mengetahui cara pengambilan pesan dakwah yang benar dari berbagai sumber.
2.   Mengetahui  karakteristik yang diperlukan dalam pesan dakwah.
3.   Mengetahui jenis dan tema pesan dakwah yang baik untuk diterapkan
D.      Manfaat Penelitian
1.      Bagi penulis makalah, penulisan ini dapat dijadikan kajian awal untuk melakukan penulisan selanjutnya
2.      Bagi pihak fakultas, penulisan ini dapat dijadikan dasar untuk  membantu meningkatkan pengetahuan mahasiwa dalam hal mendakwah.
3.      Bagi seluruh pembaca, dengan adanya penulisan ini dapat lebih mengetahui mengenai hal-hal dalam pesan dakwah, tema-tema dakwah dan karakteristik dalam pesan dakwah.















       Dalam agama Islam kita diperintahkan agar selalu saling mengajak kepada kebaikan dan saling mengingatkan agar menjauhi keburukan. Oleh sebab itu, berdakwah dalam agama Islam sangat dianjurkan karena dakwah merupakan salah satu cara yang dapat melakukan perubahan penghidupan seseorang dan dalam berdakwah kita harus memerhatikan kepada siapa kita berdakwah dan yang terpenting kita harus tahu informasi atau pesan apa yang akan kita sampaikan.
       Pada prinsipnya, pesan apa pun dapat dijadikan sebagai pesan dakwah selama tidak bertentangan dengan sumber utamanya, yaitu Al-Qur’an dan Hadist,… pesan dakwah pada garis besarnya terbagi menjadi dua, yaitu pesan utama (Al-Qur’an dan Hadist) dan pesan tambahan atau penunjang (selain Al-Qur’an dan Hadist ). (Moh.Ali Aziz, 2004: 319).
       Adapun arti perkata dari jenis pesan dakwah yaitu, yang pertama jenis berarti ragam, macam, marga dan lain lain. Yang kedua pesan berarti informasi, pemberitahuan atau inti sari dari suatu pembicaraan yang lebar. Yang ketiga dakwah yaitu ajakan atau seruan. Menurut istilah (terminologi) definisi dakwah oleh Drs.Hamsah Ya’kub, dalam bukunya “Publisistik Islam” memberikan pengertian bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan hikmah bijaksana untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. (Hasan Bisri, 2010: 73). Dari beberapa arti kata tersebut, penulis menyimpulkan bahwa jenis pesan dakwah adalah beberapa macam informasi dari berbagai sumber dalam sebuah dakwah/seruan  yang bersifat kepada ajakan positif mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
      Adapun jenis-jenis pesan dakwah yang dapat dijadikan pegangan, sumber dan contoh dalam kehidupan diantaranya bersumber dari :
       Pengertian Al-Quran secara etimologi menurut para ahli ilmu al-Quran yaitu berasal dari kata qara’a-yaqra’u-qira’atan-wa qur’anan yang berarti bacaan. Kata qua’anan diwazankan atau sebanding dengan kata fu’lan(dari kata fa’ala).sedanagkan menurut terminolgi menurut syekh Muhammad Ali ash-Shabundi “Al-quran adalah wahyu atau kalam allah yang  (memiliki) mukjizat , diturunkan kepada orang yang mulia (nabi Muhammad saw.) dengan  melalui perantara ruhul qudus ( Malaikat Jibril), ditulis dalam berbagai mushaf, dinukilkan kepada kita dengan cara mutawattir (bersambung), dan membacanya akan mendapat pahala, yang diawali dengan surah al-Fatiha dan diakhiri dengan surah an-Nas.”(Ahmad Izzan,2011: 28-29).
       Al-Qur’an merupakan landasan utama bagi para pendakwah, karena ayat-ayat suci al-Qur’an merupakan penguat dari apa yang kita sampaikan. Selain itu, nilai-nilai yang terdapat di dalam ayat suci al-Quran merupakan nilai yang tertinggi yang ditetapkan oleh Allah Swt. dan merupakan nilai-nilai yang resmi serta tidak bisa di pungkiri akan kebenarannya. Seluruh ayat yang ada didalam al-quran tidak ada yang dimempermasalahkan akan kebenarannya, setiap ayat yang ada didalam al-Quran sejak zaman nabi sampai sekarang tidak ada yang merubahnya. Karena Allah sudah berjanji akan menjaga kesuciannya. Beragam ilmu dapat kita peroleh dari al-Quran, karena di dalam al-Qur’an merupakan lautan ilmu bagi umat muslim.oleh karena itu sangatlah penting bagi para pendakwah, untuk mempelajari al-Quran sebelum kita  menjadi pendakwah.selain mempelajari al-Qur’an kita harus memperhatikan hukum-hukum bacaan yang ada didalam al-Quran atau yang sering kita sebut dengan llmu tajwid. Oleh sebab itu sebagai seorang pendakwah kita harus benar-benar memahami sedetail mungkin tentang al-Quran.Agar apa yang kita sampaikan dapat dipercaya akan kebenarannya.
Ada beberapa pesan-pesan dakwah yang bisa kita petik dari al-Quran diantaranya: pertama, menghargai kebebasan dan menghormati hak asasi masing-masing individu dan masyarakat (a’dam al-ikrab fi al-din); kedua, menghindari kesulitan, kesimpatan, dan kepicikan (a’dam al-haraj); ketiga, menghindari kesulitan, kesempitan, dan kerusakan (daf al-dharor wa al-mufasid; keempat, bertahap, dan mengikuti proses (al-tadarru). (Syukriadi Sambas dkk,2004:15).
       Menurut Ibn Manzur, hadis berasal dari bahasa Arab, yaitu berasal dari kata al-hadits, jamaknya: al-hadits al-haditsan dan al-hudtsan. Secara etimologis, kata ini memiliki banyak arti, diantaranya: al-jadid (yang baru), lawan dari al-qodim (yang lama), dan al-khobaryang berarti kabar atau berita.
       Sedangakan secara terminologis para ulama hadis mendefenisikan hadis sebagai berikut: “segala sesuatu yang di beritakan dari nabi SAW. Baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifa-sifat maupun hal ihwal Nabi”.(Endang Soetari,2010: 60)
       Al-Quran dan al-Hadis  bagi umat muslim sudah dianggap jelas akan nilai-nilai kebenarannya karena sumber dan tujuannya sudah sangat jelas, al-Quran berasal dari Allah dan al-Hadis dari nabi Muhammad SAW. Al-hadis juga  merupakan pedoman hidup yang harus diikuti oleh segenap umat islam. Oleh karena itu wajib bagi seorang pendakwah selain belajar al-Quran dia juga harus belajar hadis.
       Hal yang paling terpenting bagi pendakwah harus bisa mengetahui yang namanya hadis palsu, karena hadis-hadis yang disampaikan kepada para jamaah haruslah hadis-hadis yang shohih, dan tarbukti akan kebenarannya karena sangatlah berbahaya bagi para pendakwah jika ia berdakwah menggunakan hadis palsu.
       Diantara tanda-tanda hadis palsu adalah sebagai berikut: (Endang Soetari,2010: 166).
1.   Susunan redaksinya kacau, yang tidak mungkin disabdakan oleh Nabi seperti itu.
2.   Matannya bertentangan dengan ketetapan agama yang kuat dan jelas.
3.   Ada beberapa tanda yang sah, yang menunjukkan atas kepalsuannya.
4.   Matannya nyata-nyata bertentangan dengan ayat al-Quran.
5.   Matannya berlawanan dengan keutamaan ajaran islam yang umum.
6.   Matannya bertentangan dengan hal keimanan.
7.   Matannya bertentangan dengan akal sehat.
8.   Lafadz Hadisnya lemah dan tidak baik, yang ditolak yang tabiat dan tidak enak didengar, yakni bertentangan dengan struktur bahasa arab.
9.   Adanya pengakuan yang dapat diterima dari pemalsu bahwa dialah yang memelsukan Hadis.
       Orang yang hidup semasa dengan Nabi SAW., pernah bertemu dan beriman kepadanya adalah sahabat Nabi SAW. Pendapat sahabat Nabi SAW memiliki nilai tinggi, karena kedekatan mereka dengan Nabi SAW dan proses belajarnya yang langsung dari beliau. Diantara para sahabat Nabi SAW, ada yang termasuk sahabat senior (kibar ash-shahabah) dan sahabat junior (shigar ash-shahabah). Sahabat senior diukur dari waktu masuk Islam, perjuangan, dan kedekatannya dengan Nabi SAW. Hampir semua perkataan sahabat dalam kitab-kitab hadits berasal dari sahabat senior. Sama dengan kutipan-kutipan sebelumnya, dalam mengutip pendapat sahabat juga harus mengikuti etika sebagai berikut: (Moh.Ali Aziz, 2012: 323)
a.       Tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
b.      Menyebutkan nama sahabat yang dikutip.
c.       Menyebut sumber rujukan.
d.      Membaca do’a dengan kata radliyallahu ‘anha atau menulis dengan singkatan r.a dibelakang nama sahabat.
Ulama secara harfiah berarti orang yang memiliki ilmu dan dipandang sebagai pemuka agama untuk membimbing umat Islam. Namun, dalam hal untuk dijadikan pesan dalam berdakwah, ulama disini dilihat dari segi ketaatannya dalam mendalami dan menjalankan ajara-ajaran Islam yang beliau tahu, berpegang pada Al-Qur’an dan Hadist.
  Pendapat para ulama dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pendapat yang telah disepakati (al-muttafaq ‘alaih) dan pendapat yang masih diperselisihkan (al-mukhtalaf fih),... Terhadap pendapat ulama yang tampaknya berseberangan, kita dapat mencoba melakukan kompromi (al-jam’u) atau memilih yang lebih kuat argumentasinya. (al-tarjih) atau memilih yang paling baik nilai manfaatnya. (Moh.Ali Aziz, 2012:324).
Adapun etika mengutip pendapat ulama adalah sebagai berikut : (Moh.Ali Aziz, 2012:324).
a.       Tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadist.
b.      Menyebut nama ulama yang dikutip.
c.       Mengetahui argumentasinya, agar terhindar dari kepengikutan yang tidak cerdas (taqlid).
d.      Memilih pendapat ulama yang tertulis daripada yang didapatkan dari komunikasi lisan.
e.       Memilih pendapat ulama yang paling kuat dasarnya dan paling besar manfaatnya untuk masyarakat.
f.       Menghargai setiap pendapat ulama.
g.      Sebaiknya kita mengenal jati diri ulama, walaupun tidak sempurna, sebelum mengutip pendapatnya.
       Penelitian ilmiah sangat membantu dalam pembuktian suatu kejadin yang masih kabur dalam pemikiran masyarakat sehingga dengan adanya penelitian orang-orang akan lebih mudah mencerna pesan dari suatu kejadian tersebut jika dibantu dengan hasil penelitian ilmiah. Terbukti dengan banyaknya para pakar non-muslim yang menyatakan al-Qur’an adalah kitab yang sangat sempurna informasinya setelah mereka menemukan bukti-bukti dengan menggunakan metode penelitian.
       Sifat dari hasil penelitian ilmiah adalah relatif dan reflektif. Relatif, karena nilai kebenarannya dapat berubah. Reflektif karena ia mencerminkan realitasnya. Hasil penelitian biasa berubah oleh penelitian berikutnya atau penelitian dalam medan yang berbeda. Oleh sebab itu, pengutipan hasil penelitian ilmiah untuk pesan dakwah harus berpegang pada etika berikut: (Moh.Ali Aziz, 2012:325).
a.       Menyebut nama penelitinya atau lembaga bila melinatkan suatu lembaga.
b.      Menyebutkan objek penelitian yang sesuai dengan topic dakwah.
c.       Disajikan dengan kalimat singkat dan jelas.
d.      Disampaikan kepada mitra dakwah yang memahami fungsi penelitian.
e.       Disampaikan untuk menguatkan pesan utama dakwah, bukan sebaliknya.
        Pengalaman adalah guru yang paling berharga experience is the best teacher, maka dengan pengalaman dapat menjadikan seseorang berintropeksi terhadap tingkah laku maupun apa yang terjadi padanya. (Mubasyaroh, 2009: 14).
       Selain itu, menanamkan pendidikan akhlakul karimah dari keterangan kisah kisah yang baik itu dapat meresap ke dalam nurani dengan mudah dan baik secara mendidik dalam meneladani perbuatan baik dan menghindari dari perbuatan buruk. (Harjani Hefni, 2003: 305).
       Didalam AlQur’an juga terdapat kisah tentang penjelasan berbagai dorongan, kecenderungan dan keinginan yang ada pada diri manusia tersebut penting untuk diketahui oleh seorang da’I, mengetahui hal hal tersebut akan membentuk sang da’I dapat menetapkan metode pesan dkkwahnya dan akan memberikan terapi bagi manusiaa yang akan ia dakwahi. (M.Munir, 2009: 309).
       Sebagaimana survey membuktikan bahwa dengan al-kisah dalam sebuah seruan (dakwah) itu akan menyentuh ke hati pendengar akan seruan yang tersirat dalam kisah yang dipaparkan, sehingga tidak merasa kesulitan dalam konsep penyampaian da’i. Jenis pesan dakwah ini juga sangat memudahkan mad’u (pendengar dakwah) jika dalam isi dakwahnya kurang tertuju pada topik dakwah, maka da’i dapat menguatkannya dengan kisah-kisah nyata, tapi alangkah baiknya jika kisah yang disampaikan itu kisah orang yang telah meninggal dunia, disamping beramal mengingatkan amal kebaikaan orang yang telah meninggal, da’i juga terhidar dari prasangka mad’u (pendengar dakwah) jika seandainya yang dikisahkan itu orang yang masih hidup.
        Ketika membicarakan pengalaman apalagi yang menyangkut keteladanan, pendakwah harus berhati-hati. Ia boleh saja berharap mitra dakwah meniru keteladanan dari dirinya. Hanya saja, keteladanan pribadi biasa menimbulkan prasangkaa buruk pada pendakwah sebagai orang yang membanggakan diri (‘ujub), menonjolkan diri (riya’), atau membuat dirinya terkenal (sum’ah). (Moh.Ali Aziz, 2012:326).  
       Berita menurut istilah ‘ilmu al-Balaghah dapat berarti benar atau dusta. Berita dikatakan benar apabila sesuai dengan fakta. Jika tidak sesuai, disebut berita bohong. Hanya berita yang diyakini kebenarannya yang patut dijadikan pesan dakwah.
       Dalam menjadikan berita sebagai penunjang pesan dakwah, terdapat beberapa etika yang harus diperhatikan:
a.    Melakukan pengecekan berkali-kali sampai diyakini kebenaran berita tersebut. Dalam al-Qur’an kita dipertintahkan untuk melakukan pengecekan informasi (tabayun) atau kesesuaiannya dengan fakta (QS. Al-Hujurat: 6) :

يَآاَيُهَا الَذِيْنَءَامَنُواإِنْ جآءَكُمْ فَاِسقٌ بِنَبَاءٍ فَتَبَيَنُوْآاَنْ تُصِيبُوْا قَوْمًابِجَهَلَةٍ فَتُصْبِحُواعَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَدِ مِيْنَ
Artinya:
   “Wahai orang orang yang beriman jika seseorang yang fasik dating kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
b.   Dampak suatu berita juga harus dikaji. Jika ada kemungkinan membahayakan bagi mitra dakwah, berita itu tidak boleh diceritakan, meskipun benar-benar terjadi.
c.    Sifat berita adalah datar, hanya memberitahukan (to inform). Karenanya, sebagai pesan dakwah, berita harus diberi komentar. Setiap orang memiliki tanggapan yang beragam terhadap suatu berita. Pendakwah hanya menarik setiap orang kepada tanggapan yang dibuatnya.
d.   Berita yang disajikan harus mengandung hikmah. Ini yang menjadi penekanan berita sebagai pesan dakwah. Unsur berita: 5W + 1H (who, what, when, where, why, how) tidak diperdalam, tetapi hikmah yang dapat diambilnya yang dipertajam. (Moh.Ali Aziz, 2012: 327).
       Adapun salah satu media dakwah yang berkaitan dengan hal ini adalah surat kabar. Masyarakat dapat dengan leluasa membaca surat kabar apa saja, mulai dari surat kabar politik, dakwah, sampai surat kabar yang seluruh isi halamannya diisi dengan berita-berita sensual lengkap dengan gambar-gambarnya yang serba terbuka dan menantang. Bahkan, kini telah pula muncul surat kabar digital yang dapat diakses internet, semacam detik.com atau astaga.com, atau surat kabar biasa yang memasang space di internet, semacam harian umum Kompas, Republika, dan sebagainya.
       Masalahnya kembali pada juru dakwah yang mau memanfaatkan ruang publik ini untuk kepentingan Islam. Siapkah para penjuru dakwah mengisi media-media pers dengan pesan-pesan yang membawa misi perdamaian dan penyelamatan umat manusia, ataukah membiarkan masyarakat dijejali pesan-pesan yang suatu ketika akan menyeret mereka pada penyesalan yang berkepanjangan? (Asep Muhyiddin, 2002: 209).
       Pesan dakwah kadang kala perlu ditunjang dengan karya sastra yang bermutu sehingga lebih indah dan menarik. Karya sastra ini dapat berupa syair, puisi, pantun, nasyid atau lagu, dan sebagainya. Tidak sedikit para pendakwah yang menyisipkan karya sastra dalam pesan dakwahnya. Hampir setiap karya sastra memuat pesan-pesan bijak.
       Karya sastra yang dijadikan pesan dakwah harus berlandaskan etika sebagai berikut:
a.    Isinya mengandung hikmah yang mengajak kepada Islam atau mendorong berbuat kebaikan.
b.   Dibentuk dengan kalimat yang indah. Jika berupa syair bahasa asing, ia diterjemahkan dengan bentuk syair pula.
c.    Ketika pendakwah mengungkapkan sebuah sastra secara lisan, kedalaman perasaan harus menyertainya, agar sisi keindahannya dapat dirasakan.
d.   Jika diiringi musik, maka penyampaian karya sastra tidak dengan alat music yang berlebihan. Hal ini untuk mengurangi kontroversi, karena tidak semua ulama bisa menerima alat musik. (Moh.Ali Aziz, 2012: 328).
       Karya seni juga memuat nilai keindahan yang tinggi. Karya seni banyak menggunakan komunikasi verbal (diperlihatkan). Pesan dakwah jenis ini mengacu pada lambang yang terbuka untuk ditafsirkan oleh siapa pun. Jadi, bersifat subjektif.
       Untuk menjadikan karya seni sebagai pesan dakwah, ada beberapa etika yang harus diperhatikan, yaitu:
a.    Diupayakan sedemikian rupa agar karya seni tidak ditafsirkan secara salah oleh mitra dakwah.
b.   Menurut ulama yang berpaham tekstualis (memahami ayat atas hadits yang sesuai dengan teksnya), tidak dibenarkan karya seni dengan objek makhluk hidup. Untuk menghindari kontroversi, maka berpedoman dengan kaidah Ushul Fikih “Menghindari kontroversi adalah jalan terbaik” (al-khuruj min al-khilaf mustahabb), maka lebih baik tidak melanggar larangan tersebut, sekalipun pendapat ini ditentang oleh kaum kontekstualis. Menurut mereka, larangan menggambar makhluk hidup hanya jika dikhawatirkan gambar itu akan dijadikan objek penyembahan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat pada zaman pra-Islam.
c.    Karya seni tidak bernuansa pornografi, menghina simbol-simbol agama, melecehkan orang lain, atau menimbulkan dampak-dampak negatif lainnya baik langsung maupun tidak langsung. (Moh.Ali Aziz, 2012: 330).
Berdasarkan temanya, pesan dakwah tidak berbeda dengan pokok-pokok ajaran Islam. Banyak klasifikasi yang diajukan para ulama dalam memetakan Islam. Endang Saifuddin Anshari (1996: 71), membagi pokok-pokok ajaran Islam sebagai berikut:
1.      Akidah, yang meliputi iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-rasul Allah, dan iman kepada qadla dan qadar.
2.      Syariah, yang meliputi ibadah dalam arti khas (thaharah, shalat, shaum, zakat, haji) dan muamalah dalam arti luas (al-qanun al-khas/hukum perdata dan al-qanun al-‘am/hukum publik).
3.      Akhlak, yang meliputi akhlak kepada al-khaliq dan makhluq (manusia dan non manusia). (Moh.Ali Aziz, 2012: 332)
1.      Orisinal dari Allah SWT
      Orisinalitas merupakan karakteristik pesan dakwah dari teks ayat al-Qur’an dan Hadits. Orisinalitas tersebut dimaksudkan bahwa pesan dakwah Islam benar-benar berasal dari Allah SWT. Allah SWT telah menurunkan wahyu melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, Nabi SAW mendakwahkan wahyu tersebut untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Wahyu Allah SWT ini tidak diperuntukkan kepada bangsa tertentu dan untuk waktu tertentu, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. (Moh.Ali Aziz, 2008: 340).
2.      Mudah dan Membawa Kebaikan
      Kemudahan ajaran Islam juga menjadi karakter pesan dakwah. Semua perintah Islam bisa ditoleransi dan diberi keringanan jika menemui kesulitan dalam pelaksanaannya. Dalam keadaan terpaksa, perbuatan yang terlarang dapat dimaafkan asalkan proporsional dan tidak merugikan orang lain. Seperti makan daging babi diperbolehkan ketika tidak ada makanan lain dan kehidupan terancam. (Moh.Ali Aziz, 2012: 342).
3.      Seimbang
      Keseimbangan merupakan poosisi di tengah-tengah di antara dua kecenderungan. Dua kecenderungan yang saling bertolak belakang pasti terjadi dalam kehidupan manusia. Ketika ada manusia yang diliputi nafsu keserakahan, pasti ada manusia lain yang tertindas. Islam mengatur hal ini dengan kewajiban zakat. Ada pula manusia yang menyenangi kehidupan asketis dengan meninggalkan kehidupan duniawi sama sekali, dan ada pula yang hidup matrealis bersama gemerlapnya dunia. Keduanya bertentangan dengan prinsip Islam. Keseimbangan lain tercermin pada ajaran washiyat (pesan memberikan harta kepada seseorang sebelum meninggal dunia) yang dibatasi hanya sepertiga bagian, tidak seluruhnya. (Moh.Ali Aziz, 2012: 341).
4.      Lengkap dan Universal
      Karakteristik pesan dakwah lainnya adalah universal, artinya mencakup semua bidang kehidupan dengan nilai-nilai mulia yang diterima oleh semua manusia beradab. Ajaran Islam mengatur hal-hal yang paling kecil dalam kehidupan manusia hingga hal yang paling besar, dari masalah yang sangat pribadi dalam diri manusia hingga masalah-masalah kemasyarakatan yang lebih luas. Islam mengatur menstruasi wanita sampai cara membangun masyarakat harmonis yang terbebas dari ketertindasan ekonomi politik. Islam mengajarkan kesetaraan manusia tanpa membedakan ras, warna kulitnya, mendorong kerja keras, dan nilai-nilai universal lainnya yang dijunjung tinggi oleh manusia beradab sampai sekarang. (Moh.Ali Aziz, 2012: 341).
5.      Masuk Akal
      Ajaran Islam memandang kehidupan secara realistis dengan menempatkan manusia pada kedudukan yang tinggi. Penempatan ini ditandai dengan dorongan manusia untuk selalu menggunakan akal pikirannya secara benar. Jika manusia tidak memanfaatkan akalnya, maka ia mudah hanyut dalam kerusakan. (Moh.Ali Aziz, 2012: 341).
     Dari bebepara uraian diatas mengenai pesan dakwah ternyata realitas dakwah yang muncul dari interaksi antara unsur da’i dan mad’u (D-M) adalah kemungkinan penerimaan atau penolakan mad’u terhadap kedua unsur tersebut baik secara psikologi maupun sosiologi, problematika perencanaa penyajian pesan dakwah yang didasarkan atas fakta empiris yang ada pada da’i dan mad’u, pengenalan, pemahaman dan empati da’i terhadap realitas empiris yang ada pada mad’u, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, perlu lebih ditekankan lagi mengenai pemilihan jenis pesan dakwah. (Muhammad Sulthon, 2003: 102).
    




BAB III
A.    Simpulan
        Berdasarkan penulisan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan syiar untuk menyembah Allah SWT. dengan cara berdakwah ada banyak hal yang perlu diperhatikan. Berdakwah hendaklah dilakukan dengan cara yang benar dan metode yang tepat agar mudah diterima dan dipahami oleh pendengar salah satunya dengan cara memilih jenis pesan dan tema dakwah yang baik serta karakteristik dalam pesan dakwah, agar dalam berdakwah nilai-nilai keyakinan kepada Allah SWT. akan  tetap terjaga dan tidak terlepas sebagai mana pengertian dakwah itu sendiri yang artinya adalah mengajak untuk mengimani dan menyembah Allah SWT.
B.     Saran
      Berdasarkan isi makalah ini, penulis menyarankan agar dalam berdakwah da’I memerhatikan mengenai hal pemilihan jenis pesan dakwah, tema-tema serta karakteristiknya.




































Ali Aziz, Moh. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. 2004.
Bisri, Hasan. Filsafat Dakwah. Surabaya: Dakwah Digital Press. 2010.
Hefni, Harjani, dkk.. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana. 2003.
Izza, Ahmad. Ulumul Qur’an Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al Qur’an. Bandung:
       Tafakur. 2011.
Masy’ari, Anwar. Study Tentang Ilmu Da’wah. Surabaya: PT.Bina Ilmu. 1981.
Mubasyaroh. Metodologi Dakwah. Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2009.
Muhyiddin, Asep dan Safei, Agua Ahmad. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung:
       Pustaka Setia. 2002
Munir,M. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana. 2009.
Sambas, Syukriadi, dkk.. Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek). Bandung: Pustaka Bani
Quraisy. 2004.
Soetari, Endang. Ulumul Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2010.
Sulthon Muhammad. Desain Ilmu Dakwah. Semarang: Pustaka Pelajar. 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar