MAKALAH
PESAN
DAKWAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu
Dakwah
Dosen
Pembimbing:
Prof.Dr.Moh.Ali
Aziz, M.Ag
Nurkholis
Majid
Disusun oleh:
Nadia
Nafisah Fauziah (B53214027) C3
Naimatul
Mardiyah
(B53214028) C3
Nanang
Supratna
(B53214029) C3
Fakultas
Dakwah dan Komunikasi
Jurusan
Bimbingan dan Konseling Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
2014
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
Maha Bijaksana, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini, yang berjudul ”Pesan Dakwah”. Makalah ini
dirancang untuk memberikan arahan atau dasar kepada mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuannya mengenai berdakwah terutama dalam
hal pesan dakwah.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak
mengalami kesulitan terutama dalam menemukan buku-buku yang menyangkut topik
pembahasan. Namun penulis tetap berusaha
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah ilmu dakwah.
Atas dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak maka penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1.
Ibu Dr.Hj.Ninin Suhartini, M.Si selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
2.
Bapak Prof.Dr.Moh.Ali Aziz, M.Ag selaku
Dosen mata kuliah Ilmu Dakwah.
3.
Bapak Nurkholis Majid selaku asisten Dosen
yang telah memberikan bimbingan dan arahannya sehingga
terselesaikannya penulisan makalah ini.
4.
Bapak Agus Santoso selaku Ketua Jurusan Bimbingan Konseling
Islam yang selalu memberikan pengarahan.
5.
Pengurus perpustakaan yang telah membantu
dalam peminjaman buku.
6.
Dan teman-teman
yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk kesempurnaan
tugas atau makalah kedepannya.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT jugalah kita berharap, semoga apa yang telah
dilaksanakan, senantiasa mendapat Ridha dan Karunia-Nya serta tetap bernilai di
sisi-Nya. Amin…
Surabaya, September 2014
Penulis
A.
Latar Belakang
Berdakwah dan menjadi seorang pendakwah itu sudah menjadi kewajiban
bagi seorang muslim. Artinya, setiap muslim bertugas dan berkewajiban menjadi
pengajak, penyeru atau pemanggil kepada umat untuk melaksanakan
amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini disebutkan dalam QS.Ali imron ayat 110,
bahwasanya Allah SWT tidak memberi gelar kepada pemeluk Islam sebagai umat pilihan, yang tidak mengemban tugas dakwah,
yaitu mengajak kebaikan dan mencegah
kemunkaran. Dengan demikian aktifitas dakwah harus menjadi bagian dalam kehidupan
sehari-hari seorang muslim. Perlu kita ketahui bahwa nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai oleh
keseluruhan tindakan dakwah adalah isi dari pesan dakwah yang dibawakan oleh
da’i. (Anwar Masy’ari, 1981: 39).
Di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini, kegiatan
berdakwah disampaikan dengan berbagai macam cara. Banyak media yang dapat
digunakan untuk melaksanakan aktifitas dakwah, seperti melalui media TV, radio, artikel dan lain
lain. Walaupun dalam berdakwah sudah dapat dilakukan dengan berbagai media,
pendakwah harus tetap memerhatikan pesan dakwah yang disampaikan, jangan sampai
dengan mudahnya penyampaian dakwah pada zaman ini membuat pendakwah kurang
memerhatikan isi/pesan yang Ia sampaikan. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Pesan Dakwah” agar mahasiswa
lebih teliti dalam menyampaikan pesan dakwahnya secara benar.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana cara pengambilan pesan dakwah
yang benar dari berbagai sumber ?
2.
Apa saja karakteristik yang diperlukan
dalam pesan dakwah ?
3.
Apa saja jenis dan tema pesan dakwah yang
baik untuk diterapkan ?
C.
Tujuan
Sesuai dengan
permasalahan di atas, tujuan yang
dicapai dalam penulisan ini
adalah :
1.
Mengetahui cara pengambilan pesan dakwah yang benar dari berbagai
sumber.
2.
Mengetahui
karakteristik yang diperlukan dalam pesan dakwah.
3.
Mengetahui jenis dan tema pesan dakwah yang
baik untuk diterapkan
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Bagi penulis
makalah, penulisan ini
dapat dijadikan kajian awal untuk melakukan penulisan selanjutnya
2.
Bagi pihak fakultas, penulisan ini dapat
dijadikan dasar untuk membantu
meningkatkan pengetahuan mahasiwa dalam hal mendakwah.
3. Bagi seluruh pembaca, dengan adanya penulisan ini dapat lebih mengetahui mengenai hal-hal dalam pesan dakwah, tema-tema dakwah dan karakteristik
dalam pesan dakwah.
Dalam
agama Islam kita diperintahkan agar selalu saling mengajak kepada kebaikan dan
saling mengingatkan agar menjauhi keburukan. Oleh sebab itu, berdakwah dalam
agama Islam sangat dianjurkan karena dakwah merupakan salah satu cara yang
dapat melakukan perubahan penghidupan seseorang dan dalam berdakwah kita harus
memerhatikan kepada siapa kita berdakwah dan yang terpenting kita harus tahu
informasi atau pesan apa yang akan kita sampaikan.
Pada prinsipnya, pesan apa pun dapat
dijadikan sebagai pesan dakwah selama tidak bertentangan dengan sumber
utamanya, yaitu Al-Qur’an dan Hadist,… pesan dakwah pada garis besarnya terbagi
menjadi dua, yaitu pesan utama (Al-Qur’an dan Hadist) dan pesan tambahan atau
penunjang (selain Al-Qur’an dan Hadist ). (Moh.Ali Aziz, 2004: 319).
Adapun arti perkata dari jenis pesan
dakwah yaitu, yang pertama jenis berarti ragam, macam, marga dan lain lain.
Yang kedua pesan berarti informasi, pemberitahuan atau inti sari dari suatu
pembicaraan yang lebar. Yang ketiga dakwah yaitu ajakan atau seruan. Menurut
istilah (terminologi) definisi dakwah oleh Drs.Hamsah Ya’kub, dalam bukunya
“Publisistik Islam” memberikan pengertian bahwa dakwah adalah mengajak manusia
dengan hikmah bijaksana untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. (Hasan
Bisri, 2010: 73). Dari beberapa arti kata tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
jenis pesan dakwah adalah beberapa macam informasi dari berbagai sumber dalam
sebuah dakwah/seruan yang bersifat
kepada ajakan positif mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Adapun jenis-jenis pesan dakwah yang
dapat dijadikan pegangan, sumber dan contoh dalam kehidupan diantaranya bersumber
dari :
Pengertian
Al-Quran secara etimologi menurut para ahli ilmu al-Quran yaitu
berasal dari kata qara’a-yaqra’u-qira’atan-wa qur’anan yang berarti
bacaan. Kata qua’anan
diwazankan atau sebanding dengan kata fu’lan(dari kata fa’ala).sedanagkan menurut terminolgi menurut syekh Muhammad
Ali ash-Shabundi “Al-quran adalah wahyu atau kalam allah yang (memiliki) mukjizat , diturunkan kepada orang
yang mulia (nabi Muhammad saw.) dengan
melalui perantara ruhul qudus ( Malaikat Jibril), ditulis dalam berbagai
mushaf, dinukilkan kepada kita dengan cara mutawattir (bersambung), dan
membacanya akan mendapat pahala, yang diawali dengan surah al-Fatiha dan
diakhiri dengan surah an-Nas.”(Ahmad Izzan,2011: 28-29).
Al-Qur’an merupakan
landasan utama bagi para pendakwah, karena ayat-ayat suci al-Qur’an merupakan
penguat dari apa yang kita sampaikan. Selain itu, nilai-nilai yang terdapat di
dalam ayat suci al-Quran merupakan nilai yang tertinggi yang ditetapkan oleh
Allah Swt. dan merupakan nilai-nilai yang resmi serta tidak bisa di pungkiri
akan kebenarannya. Seluruh ayat yang ada didalam al-quran tidak ada yang
dimempermasalahkan akan kebenarannya, setiap ayat yang ada didalam al-Quran
sejak zaman nabi sampai sekarang tidak ada yang merubahnya. Karena Allah sudah
berjanji akan menjaga kesuciannya. Beragam ilmu dapat kita peroleh dari
al-Quran, karena di dalam al-Qur’an merupakan lautan ilmu bagi umat muslim.oleh
karena itu sangatlah penting bagi para pendakwah, untuk mempelajari al-Quran
sebelum kita menjadi pendakwah.selain
mempelajari al-Qur’an kita harus memperhatikan hukum-hukum bacaan yang ada
didalam al-Quran atau yang sering kita sebut dengan llmu tajwid. Oleh sebab itu
sebagai seorang pendakwah kita harus benar-benar memahami sedetail mungkin
tentang al-Quran.Agar apa yang kita sampaikan dapat dipercaya akan
kebenarannya.
Ada beberapa pesan-pesan dakwah yang bisa kita petik
dari al-Quran diantaranya: pertama, menghargai kebebasan dan menghormati
hak asasi masing-masing individu dan masyarakat (a’dam al-ikrab fi al-din);
kedua, menghindari kesulitan, kesimpatan, dan kepicikan (a’dam
al-haraj); ketiga, menghindari kesulitan, kesempitan, dan kerusakan (daf
al-dharor wa al-mufasid; keempat, bertahap, dan mengikuti proses (al-tadarru). (Syukriadi
Sambas dkk,2004:15).
Menurut Ibn Manzur, hadis
berasal dari bahasa Arab, yaitu berasal dari kata al-hadits, jamaknya:
al-hadits al-haditsan dan al-hudtsan. Secara etimologis, kata ini memiliki
banyak arti, diantaranya: al-jadid (yang baru), lawan dari al-qodim (yang
lama), dan al-khobaryang berarti kabar atau berita.
Sedangakan secara
terminologis para ulama hadis mendefenisikan hadis sebagai berikut: “segala
sesuatu yang di beritakan dari nabi SAW. Baik berupa sabda, perbuatan, taqrir,
sifa-sifat maupun hal ihwal Nabi”.(Endang Soetari,2010: 60)
Al-Quran dan al-Hadis bagi umat muslim sudah dianggap jelas akan
nilai-nilai kebenarannya karena sumber dan tujuannya sudah sangat jelas,
al-Quran berasal dari Allah dan al-Hadis dari nabi Muhammad SAW. Al-hadis
juga merupakan pedoman hidup yang harus
diikuti oleh segenap umat islam. Oleh karena itu wajib bagi seorang pendakwah
selain belajar al-Quran dia juga harus belajar hadis.
Hal yang paling terpenting
bagi pendakwah harus bisa mengetahui yang namanya hadis palsu, karena
hadis-hadis yang disampaikan kepada para jamaah haruslah hadis-hadis yang
shohih, dan tarbukti akan kebenarannya karena sangatlah berbahaya bagi para
pendakwah jika ia berdakwah menggunakan hadis palsu.
Diantara tanda-tanda hadis
palsu adalah sebagai berikut: (Endang Soetari,2010: 166).
1. Susunan redaksinya kacau, yang tidak mungkin
disabdakan oleh Nabi seperti itu.
2. Matannya bertentangan dengan ketetapan agama yang kuat
dan jelas.
3. Ada beberapa tanda yang sah, yang menunjukkan atas
kepalsuannya.
4. Matannya nyata-nyata bertentangan dengan ayat
al-Quran.
5. Matannya berlawanan dengan keutamaan ajaran islam yang
umum.
6. Matannya bertentangan dengan hal keimanan.
7. Matannya bertentangan dengan akal sehat.
8. Lafadz Hadisnya lemah dan tidak baik, yang ditolak
yang tabiat dan tidak enak didengar, yakni bertentangan dengan struktur bahasa
arab.
9. Adanya pengakuan yang dapat diterima dari pemalsu
bahwa dialah yang memelsukan Hadis.
Orang yang hidup semasa dengan Nabi
SAW., pernah bertemu dan beriman kepadanya adalah sahabat Nabi SAW. Pendapat
sahabat Nabi SAW memiliki nilai tinggi, karena kedekatan mereka dengan Nabi SAW
dan proses belajarnya yang langsung dari beliau. Diantara para sahabat Nabi
SAW, ada yang termasuk sahabat senior (kibar ash-shahabah) dan sahabat junior
(shigar ash-shahabah). Sahabat senior diukur dari waktu masuk Islam,
perjuangan, dan kedekatannya dengan Nabi SAW. Hampir semua perkataan sahabat
dalam kitab-kitab hadits berasal dari sahabat senior. Sama dengan
kutipan-kutipan sebelumnya, dalam mengutip pendapat sahabat juga harus
mengikuti etika sebagai berikut: (Moh.Ali Aziz, 2012: 323)
a. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
b. Menyebutkan nama sahabat yang dikutip.
c. Menyebut sumber rujukan.
d. Membaca do’a dengan kata radliyallahu ‘anha atau menulis dengan
singkatan r.a dibelakang nama sahabat.
Ulama secara
harfiah berarti orang yang memiliki ilmu dan dipandang sebagai pemuka agama
untuk membimbing umat Islam. Namun, dalam hal untuk dijadikan pesan dalam
berdakwah, ulama disini dilihat dari segi ketaatannya dalam mendalami dan
menjalankan ajara-ajaran Islam yang beliau tahu, berpegang pada Al-Qur’an dan
Hadist.
Pendapat para ulama dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu pendapat yang telah disepakati (al-muttafaq ‘alaih) dan pendapat yang masih diperselisihkan (al-mukhtalaf fih),... Terhadap pendapat
ulama yang tampaknya berseberangan, kita dapat mencoba melakukan kompromi
(al-jam’u) atau memilih yang lebih kuat argumentasinya. (al-tarjih) atau
memilih yang paling baik nilai manfaatnya. (Moh.Ali Aziz, 2012:324).
Adapun etika
mengutip pendapat ulama adalah sebagai berikut : (Moh.Ali Aziz, 2012:324).
a.
Tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan
Hadist.
b.
Menyebut nama ulama yang dikutip.
c.
Mengetahui argumentasinya, agar
terhindar dari kepengikutan yang tidak cerdas (taqlid).
d.
Memilih pendapat ulama yang tertulis
daripada yang didapatkan dari komunikasi lisan.
e.
Memilih pendapat ulama yang paling kuat
dasarnya dan paling besar manfaatnya untuk masyarakat.
f.
Menghargai setiap pendapat ulama.
g.
Sebaiknya kita mengenal jati diri ulama,
walaupun tidak sempurna, sebelum mengutip pendapatnya.
Penelitian ilmiah sangat membantu dalam
pembuktian suatu kejadin yang masih kabur dalam pemikiran masyarakat sehingga
dengan adanya penelitian orang-orang akan lebih mudah mencerna pesan dari suatu
kejadian tersebut jika dibantu dengan hasil penelitian ilmiah. Terbukti dengan
banyaknya para pakar non-muslim yang menyatakan al-Qur’an adalah kitab yang
sangat sempurna informasinya setelah mereka menemukan bukti-bukti dengan menggunakan metode penelitian.
Sifat dari hasil
penelitian ilmiah adalah relatif dan reflektif. Relatif, karena nilai
kebenarannya dapat berubah. Reflektif karena ia mencerminkan realitasnya. Hasil
penelitian biasa berubah oleh penelitian berikutnya atau penelitian dalam medan
yang berbeda. Oleh sebab itu, pengutipan hasil penelitian ilmiah untuk pesan
dakwah harus berpegang pada etika berikut: (Moh.Ali Aziz, 2012:325).
a.
Menyebut nama penelitinya atau lembaga
bila melinatkan suatu lembaga.
b.
Menyebutkan objek penelitian yang sesuai
dengan topic dakwah.
c.
Disajikan dengan kalimat singkat dan
jelas.
d.
Disampaikan kepada mitra dakwah yang
memahami fungsi penelitian.
e.
Disampaikan untuk menguatkan pesan utama
dakwah, bukan sebaliknya.
Pengalaman
adalah guru yang paling berharga experience
is the best teacher, maka dengan pengalaman dapat menjadikan seseorang
berintropeksi terhadap tingkah laku maupun apa yang terjadi padanya.
(Mubasyaroh, 2009: 14).
Selain itu, menanamkan pendidikan
akhlakul karimah dari keterangan kisah kisah yang baik itu dapat meresap ke
dalam nurani dengan mudah dan baik secara mendidik dalam meneladani perbuatan
baik dan menghindari dari perbuatan buruk. (Harjani Hefni, 2003: 305).
Didalam AlQur’an juga
terdapat kisah tentang penjelasan berbagai dorongan, kecenderungan dan keinginan
yang ada pada diri manusia tersebut penting untuk diketahui oleh seorang da’I,
mengetahui hal hal tersebut akan membentuk sang da’I dapat menetapkan metode
pesan dkkwahnya dan akan memberikan terapi bagi manusiaa yang akan ia dakwahi.
(M.Munir, 2009: 309).
Sebagaimana
survey membuktikan bahwa dengan al-kisah dalam sebuah seruan (dakwah) itu akan
menyentuh ke hati pendengar akan seruan yang tersirat dalam kisah yang
dipaparkan, sehingga tidak merasa kesulitan dalam konsep penyampaian da’i. Jenis
pesan dakwah ini juga sangat memudahkan mad’u (pendengar dakwah) jika dalam isi
dakwahnya kurang tertuju pada topik dakwah, maka da’i dapat menguatkannya
dengan kisah-kisah nyata, tapi alangkah baiknya jika kisah yang disampaikan itu
kisah orang yang telah meninggal dunia, disamping beramal mengingatkan amal
kebaikaan orang yang telah meninggal, da’i juga terhidar dari prasangka mad’u
(pendengar dakwah) jika seandainya yang dikisahkan itu orang yang masih hidup.
Ketika
membicarakan pengalaman apalagi yang menyangkut keteladanan, pendakwah harus
berhati-hati. Ia boleh saja berharap mitra dakwah meniru keteladanan dari
dirinya. Hanya saja, keteladanan pribadi biasa menimbulkan prasangkaa buruk
pada pendakwah sebagai orang yang membanggakan diri (‘ujub), menonjolkan diri
(riya’), atau membuat dirinya terkenal (sum’ah). (Moh.Ali Aziz, 2012:326).
Berita menurut
istilah ‘ilmu al-Balaghah dapat berarti benar atau dusta. Berita dikatakan
benar apabila sesuai dengan fakta. Jika tidak sesuai, disebut berita bohong.
Hanya berita yang diyakini kebenarannya yang patut dijadikan pesan dakwah.
Dalam menjadikan
berita sebagai penunjang pesan dakwah, terdapat beberapa etika yang harus
diperhatikan:
a.
Melakukan pengecekan berkali-kali sampai
diyakini kebenaran berita tersebut. Dalam al-Qur’an kita dipertintahkan untuk
melakukan pengecekan informasi (tabayun)
atau kesesuaiannya dengan fakta (QS. Al-Hujurat: 6) :
يَآاَيُهَا الَذِيْنَءَامَنُواإِنْ جآءَكُمْ فَاِسقٌ بِنَبَاءٍ
فَتَبَيَنُوْآاَنْ تُصِيبُوْا قَوْمًابِجَهَلَةٍ فَتُصْبِحُواعَلَى مَا فَعَلْتُمْ
نَدِ مِيْنَ
Artinya:
“Wahai orang orang yang beriman
jika seseorang yang fasik dating kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah
kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaaum karena kebodohan
(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
b.
Dampak suatu berita juga harus dikaji.
Jika ada kemungkinan membahayakan bagi mitra dakwah, berita itu tidak boleh
diceritakan, meskipun benar-benar terjadi.
c.
Sifat berita adalah datar, hanya
memberitahukan (to inform).
Karenanya, sebagai pesan dakwah, berita harus diberi komentar. Setiap orang
memiliki tanggapan yang beragam terhadap suatu berita. Pendakwah hanya menarik
setiap orang kepada tanggapan yang dibuatnya.
d.
Berita yang disajikan harus mengandung
hikmah. Ini yang menjadi penekanan berita sebagai pesan dakwah. Unsur berita:
5W + 1H (who, what, when, where, why, how)
tidak diperdalam, tetapi hikmah yang dapat diambilnya yang dipertajam. (Moh.Ali Aziz, 2012: 327).
Adapun
salah satu media dakwah yang berkaitan dengan hal ini adalah surat kabar.
Masyarakat dapat dengan leluasa membaca surat kabar apa saja, mulai dari surat
kabar politik, dakwah, sampai surat kabar yang seluruh isi halamannya diisi
dengan berita-berita sensual lengkap dengan gambar-gambarnya yang serba terbuka
dan menantang. Bahkan, kini telah pula muncul surat kabar digital yang dapat
diakses internet, semacam detik.com atau astaga.com, atau surat kabar biasa
yang memasang space di internet, semacam
harian umum Kompas, Republika, dan sebagainya.
Masalahnya
kembali pada juru dakwah yang mau memanfaatkan ruang publik ini untuk
kepentingan Islam. Siapkah para penjuru dakwah mengisi media-media pers dengan
pesan-pesan yang membawa misi perdamaian dan penyelamatan umat manusia, ataukah
membiarkan masyarakat dijejali pesan-pesan yang suatu ketika akan menyeret
mereka pada penyesalan yang berkepanjangan? (Asep
Muhyiddin, 2002: 209).
Pesan dakwah
kadang kala perlu ditunjang dengan karya sastra yang bermutu sehingga lebih
indah dan menarik. Karya sastra ini dapat berupa syair, puisi, pantun, nasyid
atau lagu, dan sebagainya. Tidak sedikit para pendakwah yang menyisipkan karya
sastra dalam pesan dakwahnya. Hampir setiap karya sastra memuat pesan-pesan
bijak.
Karya sastra
yang dijadikan pesan dakwah harus berlandaskan etika sebagai berikut:
a.
Isinya mengandung hikmah yang mengajak
kepada Islam atau mendorong berbuat kebaikan.
b.
Dibentuk dengan kalimat yang indah. Jika
berupa syair bahasa asing, ia diterjemahkan dengan bentuk syair pula.
c.
Ketika pendakwah mengungkapkan sebuah
sastra secara lisan, kedalaman perasaan harus menyertainya, agar sisi
keindahannya dapat dirasakan.
d.
Jika diiringi musik, maka penyampaian
karya sastra tidak dengan alat music yang berlebihan. Hal ini untuk mengurangi
kontroversi, karena tidak semua ulama bisa menerima alat musik. (Moh.Ali Aziz, 2012: 328).
Karya seni juga memuat
nilai keindahan yang tinggi. Karya seni banyak menggunakan komunikasi verbal
(diperlihatkan). Pesan dakwah jenis ini mengacu pada lambang yang terbuka untuk
ditafsirkan oleh siapa pun. Jadi, bersifat subjektif.
Untuk menjadikan karya seni
sebagai pesan dakwah, ada beberapa etika yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Diupayakan sedemikian rupa agar karya seni tidak ditafsirkan secara
salah oleh mitra dakwah.
b. Menurut ulama yang berpaham tekstualis (memahami ayat atas hadits yang
sesuai dengan teksnya), tidak dibenarkan karya seni dengan objek makhluk hidup.
Untuk menghindari kontroversi, maka berpedoman dengan kaidah Ushul Fikih
“Menghindari kontroversi adalah jalan terbaik” (al-khuruj min al-khilaf
mustahabb), maka lebih baik tidak melanggar larangan tersebut, sekalipun
pendapat ini ditentang oleh kaum kontekstualis. Menurut mereka, larangan
menggambar makhluk hidup hanya jika dikhawatirkan gambar itu akan dijadikan
objek penyembahan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat pada zaman pra-Islam.
c. Karya seni tidak bernuansa pornografi, menghina simbol-simbol agama,
melecehkan orang lain, atau menimbulkan dampak-dampak negatif lainnya baik
langsung maupun tidak langsung. (Moh.Ali Aziz, 2012: 330).
Berdasarkan temanya, pesan dakwah tidak berbeda dengan pokok-pokok
ajaran Islam. Banyak klasifikasi yang diajukan para ulama dalam memetakan
Islam. Endang Saifuddin Anshari (1996: 71), membagi pokok-pokok ajaran Islam
sebagai berikut:
1.
Akidah, yang meliputi iman kepada Allah SWT, iman
kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada
Rasul-rasul Allah, dan iman kepada qadla
dan qadar.
2.
Syariah, yang meliputi ibadah dalam arti khas (thaharah, shalat, shaum, zakat, haji)
dan muamalah dalam arti luas (al-qanun
al-khas/hukum perdata dan al-qanun
al-‘am/hukum publik).
3.
Akhlak, yang meliputi akhlak kepada al-khaliq dan makhluq (manusia dan non manusia). (Moh.Ali Aziz, 2012: 332)
1.
Orisinal dari Allah SWT
Orisinalitas merupakan karakteristik pesan
dakwah dari teks ayat al-Qur’an dan Hadits. Orisinalitas tersebut dimaksudkan
bahwa pesan dakwah Islam benar-benar berasal dari Allah SWT. Allah SWT telah
menurunkan wahyu melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya,
Nabi SAW mendakwahkan wahyu tersebut untuk membimbing manusia ke jalan yang
benar. Wahyu Allah SWT ini tidak diperuntukkan kepada bangsa tertentu dan untuk
waktu tertentu, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. (Moh.Ali
Aziz, 2008: 340).
2. Mudah dan Membawa Kebaikan
Kemudahan ajaran Islam juga menjadi
karakter pesan dakwah. Semua perintah Islam bisa ditoleransi dan diberi
keringanan jika menemui kesulitan dalam pelaksanaannya. Dalam keadaan terpaksa,
perbuatan yang terlarang dapat dimaafkan asalkan proporsional dan tidak
merugikan orang lain. Seperti makan daging babi diperbolehkan ketika tidak ada
makanan lain dan kehidupan terancam. (Moh.Ali Aziz, 2012: 342).
3. Seimbang
Keseimbangan merupakan poosisi di
tengah-tengah di antara dua kecenderungan. Dua kecenderungan yang saling
bertolak belakang pasti terjadi dalam kehidupan manusia. Ketika ada manusia
yang diliputi nafsu keserakahan, pasti ada manusia lain yang tertindas. Islam
mengatur hal ini dengan kewajiban zakat. Ada pula manusia yang menyenangi
kehidupan asketis dengan meninggalkan kehidupan duniawi sama sekali, dan ada
pula yang hidup matrealis bersama gemerlapnya dunia. Keduanya bertentangan
dengan prinsip Islam. Keseimbangan lain tercermin pada ajaran washiyat (pesan memberikan harta kepada
seseorang sebelum meninggal dunia) yang dibatasi hanya sepertiga bagian, tidak
seluruhnya. (Moh.Ali Aziz, 2012: 341).
4. Lengkap dan Universal
Karakteristik pesan dakwah
lainnya adalah universal, artinya mencakup semua bidang kehidupan dengan
nilai-nilai mulia yang diterima oleh semua manusia beradab. Ajaran Islam
mengatur hal-hal yang paling kecil dalam kehidupan manusia hingga hal yang
paling besar, dari masalah yang sangat pribadi dalam diri manusia hingga
masalah-masalah kemasyarakatan yang lebih luas. Islam mengatur menstruasi
wanita sampai cara membangun masyarakat harmonis yang terbebas dari
ketertindasan ekonomi politik. Islam mengajarkan kesetaraan manusia tanpa
membedakan ras, warna kulitnya, mendorong kerja keras, dan nilai-nilai
universal lainnya yang dijunjung tinggi oleh manusia beradab sampai sekarang.
(Moh.Ali Aziz, 2012: 341).
5. Masuk Akal
Ajaran Islam memandang kehidupan secara
realistis dengan menempatkan manusia pada kedudukan yang tinggi. Penempatan ini
ditandai dengan dorongan manusia untuk selalu menggunakan akal pikirannya secara
benar. Jika manusia tidak memanfaatkan akalnya, maka ia mudah hanyut dalam
kerusakan. (Moh.Ali Aziz, 2012: 341).
Dari
bebepara uraian diatas mengenai pesan dakwah ternyata realitas dakwah
yang muncul dari interaksi antara unsur da’i dan mad’u (D-M) adalah kemungkinan
penerimaan atau penolakan mad’u terhadap kedua unsur tersebut baik secara
psikologi maupun sosiologi, problematika perencanaa penyajian pesan dakwah yang
didasarkan atas fakta empiris yang ada pada da’i dan mad’u, pengenalan,
pemahaman dan empati da’i terhadap realitas empiris yang ada pada mad’u,
demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, perlu
lebih ditekankan lagi mengenai pemilihan jenis pesan dakwah. (Muhammad Sulthon,
2003: 102).
A.
Simpulan
Berdasarkan penulisan
makalah ini, dapat disimpulkan bahwa dalam
melakukan syiar untuk menyembah Allah SWT. dengan cara berdakwah ada banyak hal
yang perlu diperhatikan. Berdakwah hendaklah dilakukan dengan cara yang benar
dan metode yang tepat agar mudah diterima dan dipahami oleh pendengar salah
satunya dengan cara memilih jenis pesan dan tema dakwah yang baik serta
karakteristik dalam pesan dakwah, agar dalam berdakwah nilai-nilai keyakinan
kepada Allah SWT. akan tetap terjaga dan
tidak terlepas sebagai mana pengertian dakwah itu sendiri yang artinya adalah
mengajak untuk mengimani dan menyembah Allah SWT.
B.
Saran
Berdasarkan isi makalah ini, penulis menyarankan agar dalam berdakwah da’I memerhatikan mengenai
hal pemilihan jenis pesan dakwah, tema-tema serta karakteristiknya.
Ali Aziz, Moh. Ilmu
Dakwah. Jakarta: Kencana. 2004.
Bisri, Hasan. Filsafat
Dakwah. Surabaya: Dakwah Digital Press. 2010.
Hefni, Harjani, dkk.. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.
2003.
Izza, Ahmad. Ulumul Qur’an Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al Qur’an.
Bandung:
Tafakur. 2011.
Masy’ari, Anwar. Study Tentang Ilmu Da’wah. Surabaya: PT.Bina Ilmu. 1981.
Mubasyaroh. Metodologi Dakwah. Kudus:
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2009.
Muhyiddin, Asep dan Safei, Agua Ahmad. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung:
Pustaka
Setia. 2002
Munir,M. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana. 2009.
Sambas, Syukriadi, dkk.. Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek).
Bandung: Pustaka Bani
Quraisy. 2004.
Soetari, Endang. Ulumul Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2010.
Sulthon Muhammad. Desain Ilmu Dakwah. Semarang: Pustaka Pelajar. 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar